Melindungi Generasi dari 'Virus' LGBT

Nurul Aryani-Arsip Babel Pos-

Kenapa LGBT Menjangkiti Generasi?

Sekarang bukan hal yang baru lagi jika sekolah bahkan kampus disusupi pelaku bahkan aktivis LGBT, sebab Indonesia sendiri walau mayoritas beragama Islam justru menerapkan pemisahan agama dalam kehidupan (sekulerisme). 

Agama hanya diambil untuk mengatur masalah spiritual individual semata. Akibatnya kehidupan berjalan tanpa mengindahkan agama. Kehidupan dijalankan secara bebas sesuai dengan kehendak manusia. Manusia akhirnya membuat peraturan hanya berdasar untung rugi materi (kapitalisme).

Ide kebebasan (liberalisme) yang dikampanyekan dunia barat juga telah membuat generasi kebablasan dalam mencari jati diri. Sudah jelas laki-laki misalnya tapi malah menganggap dirinya perempuan. 

BACA JUGA:Potensi Timah Bangka Belitung dan Pengelolaannya dalam Sudut Pandang Islam

Kebebasan dalam mempresentasikan diri didukung dan diapresiasi oleh banyak pihak yang memang sekedar ingin mengambil keuntungan. Generasi akhirnya menjadi korban dari budaya bebas. 

Bebas berekspresi, bebas berbuat semaunya, dan serba bebas lainnya dikampanyekan secara massif ke generasi. Akhirnya mereka yang telah menjadi bagian LGBT tidak malu muncul ke publik bahkan menganggap dirinya ‘modern’.

Krisis identitas generasi didasari juga karena pendidikan hari ini yang tidak begitu banyak menitikberatkan pada kepribadian. Sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan masih berorientasi prestasi akademik atau bahkan lebih jauh diarahkan untuk sekedar memenuhi kriteria dunia kerja. 

Generasi akhirnya krisis identitas. Kepribadian mereka berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan dan pergaulan. Generasi seperti ini akhirnya mudah dipengaruhi dan terjebak dalam arus LGBT.

Minimnya peran negara dalam melindungi generasi juga menjadi faktor besar generasi terjangkiti LGBT. Banyak juga yang menjadi LGBT karena pernah mengalami kekerasan seksual semasa kecil dari sesama jenis yang lebih dewasa. 

BACA JUGA:Islam Melindungi Perempuan dari KDRT

Juga banyak pula yang menjadi LGBT berawal dari cosplay jadi ‘bencong-bencongan’ karena pengaruh tontonan dsb. Bahkan hingga hari ini tontonan yang bisa mengarahkan generasi kepada perilaku menyimpang masih banyak ditemui.

 Negara juga belum sepenuhnya menetapkan langkah pencegahan semisal membenahi kurikulum pendidikan agar bisa mencetak generasi berkepribadian baik yang kuat dan mengakar. Juga belum memberikan sanksi yang bisa mengakibatkan efek jera kepada pelaku LGBT. 

Guru atau dosen yang terlibat LGBT hanya diberi sanksi sebatas pemecatan atau paling ‘banter’ kurungan penjara. Wajar saja jika LGBT justru terus mewabah sebab langkah preventif dan kuratif masih belum optimal dilakukan oleh negara.

 

Tag
Share