Yatim Sejak 12 Tahun, Helena Lim: Kini, Hasil Kerja Keras 30 Tahun Terancam Dirampas!

Helena Lim-screnshot-

KORANBABELPOS.ID.- Helena Lim yang menjadi salah satu terdakwa kasus Tipikor tata Niaga timah 2015-2022, bisa dikatakan orang yang paling apes dalam kasus ini.  Karena selain memang tidak pernah berbisnis tambang --apalagi pertambangan timah--, juga dia terseret karena jasa perusahaannya dipakai untuk transaksi yang dikatakan terdakwa Harvey Moeis sebagai dana CSR.

Tragis! Dan itu yang membuat Helena Lim merasa sedih.  

Persidangan kasus dugaan korupsi komoditas timah di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) memunculkan fakta baru. Salah satu terdakwa kasus ini yakni Helena Lim mengungkapkan sejumlah fakta baru, dimana Ia sebenarnya bukan berasal dari kalangan ekonomi atas, melainkan justru dari kalangan bawah. Sang ayah bahkan sudah tiada ketika Ia masih berusia belia.

“Saya adalah anak yatim yang dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Sejak usia saya 12 tahun sudah ditinggal mati ayah saya, dan mama pun harus bekerja keras membiayai 5 anaknya untuk diberi makan dan sekolah dengan jerih payahnya sendiri. Di usia saya yang masih belia saya sudah mencari uang dengan membantu mama menjahit sepatu, berjualan nasi, sampai berjualan keripik di sekolah,” katanya dalam persidangan dikutip Jumat (12/12/2024).

Ketika di usia 17 tahun Ia sudah bekerja di perusahaan besar dan bisa membiayai kuliah saya sendiri. Tetapi karena kesibukan bekerja, akhirnya kuliah tersebut tidak dapat diselesaikan, kandas di tengah jalan. Seiring berjalannya waktu, Ia pun memulai bisnisnya dalam dunia valas hingga menjadi manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). 

BACA JUGA:Tipikor Timah, Helena Lim Dijerat TPPU

Lambat laun, usahanya mulai naik dan dipercaya banyak orang, dan namanya mulai dikenal public sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk. Namun, label itu harus dibayar mahal, Ia merasa label ini membuatnya menjadi target dari kasus dugaan korupsi PT Timah. Helena Lim pun akhirnya buka suara mengapa akhirnya bisa disebut Crazy Rich PIK.

“Saya Helena Lim, duduk di hadapan Majelis Hakim Yang Mulia sebagai Terdakwa Kasus Korupsi Timah. Saya ingin sedikit bercerita tentang seberapa mahalnya harga sebuah Popularitas disebut sebagai “Crazy Rich Pantai Indah Kapuk”,” ujarnya di depan Majelis Hakim.

“Jargon ini muncul ketika ada seorang wanita tiba-tiba muncul ditengah-tengah masyarakat. Hidupnya mapan, rumahnya megah, barangnya mewah, pergaulannya jet set. Selalu tampil penuh percaya diri sebagai wanita yang berhasil dari segi ekonomi dan hidup mandiri. Dunia Showbiz menyebut dia sebagai “CRAZY RICH PIK”. Spontan wanita itu menjadi populer dan lebih banyak dikenal orang daripada sebelumnya. Wanita itu adalah Saya, Helena Lim, Terdakwa yang duduk di hadapan Yang Mulia,” lanjutnya.

Kerap dianggap sebagai Crazy Rich PIK dan juga sebagai selebgram, Ia merasa terdzalimi karena dakwaan terlibat membantu tindak pidana korupsi serta melakukan pencucian uang.

"Saya merasa sangat tidak adil dan sangat dizalimi oleh JPU hanya karena saya seorang publik figur maka saya dijadikan chopping board, talenan oleh JPU. Bahwa aset saya yang merupakan hasil kerja keras saya selama 30 tahun terancam dirampas," kata Helena Lim.

Adapun Ia menjadi tersangka karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai money changer miliknya, PT QSE dianggap menjadi tempat penampungan dana kasus timah karena sudah melakukan transaksi dengan terdakwa kasus dugaan korupsi PT Timah diantaranya Harvey Moeis. Helena Lim menolak anggapan tersebut karena ada banyak money changer lain yang juga melakukan transaksi dengan suami dari aktris Sandra Dewi tersebut.

“Terdapat money changer lain yang juga menjual valuta asing kepada terdakwa dan memiliki pola bisnis yang sama, akan tetapi hanya saya yang dijadikan tersangka lalu terdakwa dalam perkara ini. Ada beberapa money changer lain yang juga dipakai oleh para terdakwa, tapi tetap yang dijadikan terdakwa hanya Saya, padahal pola transaksi seluruh money changer sama persis, termasuk ketidaklengkapan syarat administratif seperti tidak menyerahkan KTP, tidak melakukan pelaporan serta ketidaklengkapan syarat administrasi lain,” ujar Helena Lim.

Ia mengakui melakukan kelalaian administrasi dalam menjalankan transaksi di PT QSE, namun tidak ada niat untuk membantu para terdakwa. Ia juga telah bersaksi semua bahwa PT QSE hanya money changer biasa seperti money changer lainnya. 

Tag
Share