CERPEN RUSMIN SOPIAN: Lelaki di Balik Kesedihan Rimba

Minggu 21 Jul 2024 - 08:14 WIB
Editor : Budi Rahmad

Mereka berkejaran. Berlarian dengan riang gembira. Cahaya rembulan ikut menerangi jejak kaki-kaki bocah yang berlarian dengan keriangannya.

Air mata Pak Bos menetes dari kelopak matanya. Membasahi tanah yang masih berbalut kedukaan. Ada sebuah penyesalan yang tak terperi dalam jiwanya. Dadanya bergemuruh. Disesaki rasa penyesalan berbalut dosa. Berkecamuk dalam nada harmoni penyesalan.

" Seandainya. Seandainya...," bisik Pak Bos dengan suara lirih. 

Penyesalan lelaki itu dirasakan pula bintang di langit. Cahaya rembulan di langit tiba-tiba meredup. Malam pekat. Sepekat jiwa Pak Bos yang dibaluti rasa bersalah yang tak terperikan. Sebuah penyesalan yang datang terlambat. 

BACA JUGA:CERPEN DENIS FEBI YOLANDA: Dun dan Ceritanya Tentang Tawa

Sebagai pengusaha ternama, Pak Bos sudah lama mengintai rimba belantara yang dipenuhi pohon-pohon besar  di kawasan Bukit dekat Kampung Mereka. 

Dalam otak Pak Bos, isi yang ada dalam rimba di bukit kampung itu mengandung sejuta dollar dan harta karun yang mampu menghidupi keturunannya selama hayat masih dikandung badan. 

Setidaknya pohon-pohon besar yang menghuni  rimba itu mampu mengalirkan uang untuk menambah pundi-pundi keuangannya semakin gendut. Pohon-pohon penghuni rimba itu bisa dikonversi dalam bentuk uang yang bernilai besar. 

Keinginannya untuk menguasai hutan rimba di kaki bukit dekat kampung tentu saja menimbulkan pertentangan di antara penduduk Kampung.  

Warga Kampung tak setuju. Mereka sangat berang sekali mendengar keinginan Pak Bos.  Mereka beranggapan pohon-pohon besar di dalam rimba itu akan mampu menahan air yang datang dari bukit di kala musim hujan. 

"Kalau pohon-pohon yang ada dalam bukit itu ditebang Pak Bos, maka bencana banjir akan menghantam kampung kita," ujar seorang warga. 

"Hanya pohon-pohon besar di dalam bukit itu yang selama ini menjaga kita dari serbuan air yang datang dari Bukit dikala hujan," lanjutnya dengan nada suara penuh berapi-api.

"Tapi ada daya kita sebagai warga kecil? Apakah kita mampu melawan ambisi Pak Bos yang sudah terpatri di ubun-ubun," tanya warga yang lain dengan nada suara pesimis.

"Kalau kita tak berani melawan kesewenang-wenangan Pak Bos. Ya, kita nikmati saja," sahut warga itu dengan suara bersungut-sungut berbalut kesal.

BACA JUGA:PUISI-PUISI SULTAN MUSA

Pertentangan terhadap keinginan Pak Bos untuk menguasai habitat Bukit, melebar hingga kepada sang mertuanya. Sebagai penduduk lama yang mendiami Kampung sejak dilahirkan, Sang mertua Pak Bos tahu kemanfaatan habitat bukit.

Kategori :