KAMPUNG KEPOH (Bagian Lima)

Senin 25 Mar 2024 - 22:01 WIB
Reporter : Akhmad Elvian
Editor : Syahril Sahidir

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

PANGKAL Kapo atau Kampung Kapo Lama merupakan wilayah yang terbuka karena dapat dijangkau melalui jalur sungai maupun jalur darat. 

---------------

DALAM analisa terhadap peta Kaart van het Eiland Banka, zamengesteld in 1845 en 1846 door H.M. Lange, bahwa beberapa kampung di distrik Toboali tampaknya terhubung melalui transportasi sungai yaitu melalui sungai Kepoh dari hulunya di Gunung Pading (sekitar 2397 kaki) yaitu kampung Kaijoeara-Itam, kampung Melassat, kampung Paija Raoet, kampung Ringang dan kampung Kapo Lama (Pangkal Kapo), Tandjong Pao sampai menuju ke hilir atau muara sungai Kepoh di Selat Lepar, atau pada  pesisir Timur bagian Selatan pulau Bangka. Transportasi melalui sungai antar kampung tersebut dapat dilakukan karena posisi kampung-kampung dan pangkal-pangkal yang didirikan masyarakat beririsan dengan sungai Kepoh, baik di sisi sungai maupun di berok muka sungai Kepoh. Selanjutnya dari Toboali menuju Koba sudah terhubung melalui jalan darat yang cukup lebar melewati beberapa kampung seperti kampung Sabang/Toboali, Kampoeng Baroe, kampung Serdang, kampung Bientja, kampung Ayer Gegas, kampung Nanka, kampung Ayer Bara dan terus ke Utara sampai ke Koba. 

Dari kampung Sabang ke arah Barat Laut sudah terhubung dengan jalan darat yang sempit (jalan setapak) ke Banka-Kotta setelah melalui sungai Gossong sampai di kampung Bajoer, kampung Njerie, kampung Krisik, kampung Papendang, kemudian menyeberangi sungai Olim sampai ke kampung Penda, kampung Kitapang, kampung Njelanding, kampung Merang, kampung Pinang, kampung Sekanang, kampung Seronie, kampung Pako, kampung Banseer, kampung Simbar, kampung Lebok, kampung Bonkok, kampung Peleboeren, kampung Malee, kampung Biekam dan kemudian sampai di Banka-Kotta. Dari kampung Merang ke arah Timur Laut terhubung dengan jalan setapak menuju kampung Nanka setelah melalui kampung Jilaton. Dari kampung Jilaton ke arah Baratnya terhubung dengan jalan setapak menuju kampung Pako setelah melewati kampung Lessa dan kampung Sampi. Adalagi beberapa kampung yang terhubung melalui jalan setapak dengan kampung tetangganya seperti dari kampung Banseer ke arah Baratnya yaitu kampung Oelas (mungkin Delas), kemudian dari kampung Pleboeren ke arah Utaranya terhubung melalui jalan setapak ke kampung Kamboe dan kampoeng Brando yang terletak di hulu sungai Banka-Kotta. Dari Toboali juga terhubung melalui darat ke arah Timur menuju kampung Kapo dan kampung Kapo Lama (pangkal Kapo).  

Keadaan transportasi darat pada kampung-kampung di distrik Toboali tersebut sedikit digambarkan oleh H.M. Lange, misalnya pada jalan dari Koba ke Toboali dalam kondisi cukup baik dan akan lebih baik lagi, jika beberapa jembatan diperbaiki dan dapat dilalui dengan Kuda. Pada kampung Serdang yang berjarak 17 paal (1 paal =1.851,85 m) dari Toboali, rumah-rumah sebagian besar memiliki penampilan yang baik, dibangun berbentuk persegi dan besar, di tengah kampung berdiri Balai yang besar terbuat dari kayu. Sejauh ini yang terbesar yang saya lihat di Banka (pulau Bangka). Kampung ini pada Tahun 1846 Masehi sangat teratur dan makmur (Lange, 1850:95). 

Akibat bantuan yang diberikan oleh kepala-kepala pribumi Bangka atau para batin di distrik Toboali kepada Depati Amir pada Tahun 1848-1851, maka Pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat kebijakan memindahkan kampung-kampung yang ada di wilayah pedalaman distrik Toboali ke kiri dan kanan jalan raya yang baru dibangun dan menghubungkan antara ibukota-ibukota distrik di pulau Bangka. Pembangunan jalan raya dan pemindahan kampung-kampung dari wilayah pedalaman pulau Bangka yang beririsan dengan sungai sungai sebagai sarana transportasi ke pinggir-pinggir jalan raya yang baru dibangun bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap penduduk dan memudahkan mobilisasi logistik. Akibat pemindahan kampung-kampung di tepi jalan raya yang baru dibangun tersebut menyebabkan sarana transportasi melalui sungai mulai ditinggalkan masyarakat pulau Bangka dan berangsur angsur beralih menggunakan transportasi melalui sarana jalan raya. Pemerintah Hindia Belanda juga khawatir jangan sampai perlawanan rakyat Bangka terulang kembali, atau munculnya perlawanan rakyat dari bagian lain distrik yang ada di pulau Bangka termasuk dari distrik Toboali. Pemerintah Hindia Belanda menyadari, bahwa biaya yang ditanggung dalam penyelesaian perang sangat besar dan sumber-sumber ekonomi pemerintah Hindia Belanda di pulau Bangka menjadi terhenti, akibat tidak beroperasinya parit-parit penambangan Timah.

Perbandingan pada peta Kaart van het Eiland Banka, zamengesteld in 1845 en 1846 door H.M. Lange yang dibuat pada saat sebelum perang rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir Tahun 1848-1851 dengan peta Kaart van het Eiland Banka (cartographic material) volgens de topographische opneming in de jaaren 1852 tot 1855, karya L. Ullman yang diterbitkan di Batavia pada Tahun 1856 Masehi yang merupakan bagian dari Atlas van Nederlandsch Indie, dan diselesaikan setelah perang rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir, tampak jelas pada posisi atau wilayah geografis kampung dan penamaan atau toponimi kampung. 

Wilayah geografis kampung-kampung yang awalnya berada di sekitar sungai Kepoh seperti kampung Kaijoeara-Itam, kampung Melassat, kampung Paija Raoet, kampung Ringang dan Tandjong Pao sudah dipindahkan ke tepi jalan yang menghubungkan ibukota distrik Toboali ke ibukota distrik Koba, demikian juga kampung-kampung yang ada di sisi Barat Laut Toboali seperti kampung Bajoer, kampung Njerie, kampung Krisik, kampung Papendang, kampung Penda, kampung Kitapang, kampung Merang, kampung Pinang, kampung Sekanang, kampung Seronie, kampung Banseer, kampung Simbar, kampung Lebok, kampung Bonkok, kampung Peleboeren, kampung Biekam, kampung Lessa, kampung Sampi, kampoeng Brando dipindahkan ke wilayah perbatasan distrik Toboali dengan distrik Koba dan distrik Soengislan (Sungaiselan) atau dipindahkan ke kiri kanan jalan raya yang baru dibangun pemerintah Hindia Belanda yang menghubungkan ibukota distrik Toboali dan ibukota distrik Koba ke ibukota distrik Soengislan. 

Berdasarkan analisa dalam peta karya L. Ullman, kampung-kampung di distrik Toboali secara berurutan dari Selatan ke Utara yaitu; Sabang of Toboaly, kampung Gadoeng (Gadung), kampung Baroe (kampung Baru), kampung Bikang, kampung Petaling, kampung Serdang, kampung Pergam, kampung Bentja (Benca), kampung Maas, kampung A. Gegas (Ayer/Air Gegas), kemudian menuju ke arah Barat yaitu kampung A. Delas (Ayer Delas), kampung Njelanding (Nyelanding), kampung Kaladjoaw, kampung Bedingong (Bedengung) dan kampung Irat. Toponimi kampung-kampung berdasarkan peta L. Ullman tampaknya sudah sama dengan toponimi kampung-kampung yang ada di Kabupaten Bangka Selatan sekarang, hanya ada beberapa nama (toponimi) kampung yang saat ini sangat jarang terdengar seperti kampung Petaling, kampung Maas, dan kampung Keladjoaw, sementara toponimi dan posisi geografis Pangkal Kepoh dan kampung Kepoh  masih tetap seperti awalnya berdiri.

Berdasarkan Schets-taalkaart van de Residentie Bangka samengesteld door K.F. Holle, Adviseur-Honorair voor Inlandsche Zaken, naar gegevens verstrekt door de ambtenaren van Binnenlandsch Bestuur en met medewerking van het Topographisch Bureau te Batavia, 1889 atau berdasarkan sketsa peta bahasa di Residen Bangka yang disusun oleh K.F. Holle, Penasihat Kehormatan Urusan Dalam Negeri, menurut keterangan para pejabat Administrasi Dalam Negeri dan Kerjasama Biro Topografi di Batavia, 1889, berkembang  Tiga dialek di distrik Toboali termasuk Kepoh, yaitu Daratsche dialecten (dialek orang Darat) dengan persebaran dialek berada pada onderdistric Goesong dan Oelim, kemudian Bangka Maleisch dialecten (dialek Melayu Bangka) persebarannya berada pada onderdistrict Toboali dan Oelim, kemudia tentu saja pada beberapa kampung dan lokasi seperti Sabang, Pangkal Kepoh dan Kampung Kepoh serta di parit-parit dan bekas penambangan Timah yang dijadikan pemukiman orang Cina berkembang Chineesch dialecten (dialek Cina), mengingat catatan dalam Encyclopaedie Nederlandsch-Indie, deel 4, Leiden: E.J. Brill, 1896, halaman 362, yang menyatakan, bahwa Toboali (termasuk Kepoh) pada Tahun 1896 telah berkembang dan dihuni oleh 2.570 penduduk, terdiri dari 12 orang Belanda dan Eropa, 833 orang Cina, 24 orang Arab, dan 1.701 pribumi. Jumlah penduduk distrik Toboali orang Cina cukup besar yaitu 833 orang atau hampir meliputi 32,41 persen dari keseluruhan penduduk distrik Toboali (habis/***).

 

Kategori :

Terkait

Senin 23 Dec 2024 - 22:04 WIB

SUNGAISELAN

Senin 02 Dec 2024 - 21:37 WIB

CHINEESCH DIALECTEN

Senin 25 Nov 2024 - 22:03 WIB

LOKOMOBIL

Terpopuler

Minggu 29 Dec 2024 - 12:59 WIB

Netanyahu Hari ini Operasi Kanker

Minggu 29 Dec 2024 - 15:14 WIB

Tahun 2025, Berat Bagi Ekonomi Indonesia

Minggu 29 Dec 2024 - 10:58 WIB

Jokowi Dukung PPN 12%