KAMPUNG KEPOH (Bagian Tiga)

Senin 11 Mar 2024 - 22:22 WIB
Reporter : Akhmad Elvian
Editor : Syahril Sahidir

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

PENYELUNDUPAN dan perampokan yang merajalela di perairan pulau Bangka menyebabkan berbagai aktifitas masyarakat dan pertambangan Timah terganggu, termasuk di Pangkal Kepoh. 

------------

SALAH satu kebijakan pertama yang dilakukan pemerintah Inggris di pulau Bangka adalah menumpas perompakan dan penyelundupan. Dalam peta “A Map of the Island of Banca” by M.H. Court, London Fublished, 1 Aug 1821, by Black, Kingsbury Papury & Allen, tampak sangat jelas sekali, bahwa peta yang disusun oleh Residen Inggris untuk Palembang dan Bangka, M.H. Court secara mendetail mencantumkan alur pelayaran dan pesisir serta pulau pulau kecil yang melingkupi pulau Bangka dalam konteks pengamanan  wilayah pesisir, termasuklah wilayah pesisir Timur bagian selatan pulau Bangka dekat muara sungai Kepoh dan sekitarnya yang rawan akan serangan bajak laut. Tentu saja peta dibuat dalam rangka kepentingan untuk menumpas perompakan bajak laut dan untuk memblokade perairan pulau Bangka dari setiap upaya penyelundupan dan masuknya kapal-kapal secara bebas ke pulau Bangka. 

Pada peta Inggris yang lebih muda (Tahun 1824) dari peta M.H. Court (1821) yaitu Map of the island of Banka : compiled from remarks and materials collected during a journey through the island, annexed to a report on the same and addressed to the Honourable Thomas Stamford Raffles Esqre. Lieutenant Governor of the island of Java and its dependencies &c. &c. &c. / by his most obedient servant Thos Horsfield; J. Walker, sculpt, atau pada peta yang dibuat sebagai laporan kepada Thomas Stamford Raffles oleh Horsfield dijelaskan bahwa: “The situation of the Island and Strait of Lipar, is not determined with accuracy, a number of small islands and shoals wrist on this part of the coast”, maksudnya: “Situasi pulau dan Selat Lepar, tidak dapat ditentukan dengan akurat, termasuk sejumlah pulau-pulau kecil dan beting pada bagian dari perairan pantai ini”(termasuk perairan di sekitar muara sungai Kepoh). Tidak terpetakannya dengan akurat kawasan ini karena situasi pemetaan dilakukan pada cuaca yang sangat buruk di musim Tenggara dan kawasan pesisir Timur bagian Selatan pulau Bangka yang penuh dengan bebatuan dan karang.

Sementara itu pemerintah Inggris melalui seorang penelitinya Horsfield dengan bangga menyatakan “alangkah bahagianya penduduk karena bisa tidur tenang tanpa takut terjadinya serangan perompak”, dan residen Inggris untuk Palembang dan Bangka M.H. Court hanya menyebutkan Satu atau Dua “peristiwa kecil” yang mengganggu seluruh priode pendudukan Inggris atas pulau Bangka dan pulau Belitung. Seluruh kapal sekarang diharuskan meminta izin kepada residen Inggris untuk mengunjungi pelabuhan, kecuali pelabuhan Mentok, dimana penguasa dapat mengawasi mereka. Meskipun begitu, perahu kecil dari Riau, diawaki orang Tionghoa, sering menyelundupkan biji Timah dari pantai Timur Bangka untuk dilebur di Lingga (Heidhues, 2008:30). Satu atau Dua peristiwa kecil atau little historical event yang mengganggu priode pendudukan Inggris di pulau Bangka yang dikatakan residen Inggris M.H. Court adalah peristiwa pembunuhan Inspektur Brown dan perlawanan Raden Kling dan puteranya Raden Ali di Toboali, Bangka selatan dan peperangan di pulau Belitung.

BACA JUGA: KAMPUNG KEPOH (Bagian Satu)

Setelah Pemerintahan Hindia Belanda kembali berkuasa atas pulau Bangka berdasarkan Traktat London dan serah terima kekuasaan antara Inggris dan Belanda dilaksanakan pada Tanggal 10 Desember 1816 Masehi di Kota Mentok, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan pertimahan dan pemerintahan yaitu menyatukan urusan pertimahan (tinmijn) dengan urusan pemerintahan (bestuur). Untuk memperbaiki kondisi keuangan Kerajaan Belanda yang mengalami krisis akibat perang di Eropa, pada Tahun 1819 Masehi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Tin Reglement yang berisi: Penambangan Timah di Bangka langsung berada di bawah wewenang dan kekuasaan residen; Timah adalah monopoli penuh Belanda dan tambang Timah partikelir (swasta) dilarang sama sekali beroperasi. Tin Reglement, kemudian memicu berbagai perlawanan rakyat Bangka. 

Pada bulan Mei 1819, wilayah Kepoh, Toboali, dan Jebus diserang oleh kepala-kepala rakyat yang dibantu oleh Lanun/Illanun. Kepala-kepala rakyat di Toboali, beserta dengan “Lanun” menyerbu parit-parit Timah di sekitar daerah sungai Kepoh (Pangkal Kepoh) dan kemudian merebut kembali Pangkal Kepoh dan Toboali dari tangan Belanda. Lanun, Ilanun, atau Iranun dalam kepustakaan Barat sering dieja pula sebagai Illanun, Illano, Illanaon dan lain-lain berasal dari bahasa Mangindano I-lanao-en, yang berarti ‘orang dari danau’, yaitu Lanoa yang terletak di tengah pulau Mindanao, mereka seasal dengan suku bangsa Maranao yang sekarang masih mendiami daerah di sekitar Lanao (Lapian, 2009:137). Serangan kepala kepala rakyat terhadap kekuasaan Belanda dibantu oleh Lanun, Ilanun, atau Iranun dalam kepustakaan Barat disebut dengan serangan Bajak Laut. Dalam tulisan sejarah yang Eropasentris atau Nerlandosentris, perlawanan rakyat dan serangan Lanun adalah peristiwa sejarah perlawanan pada pemerintah yang sah, sementara dalam penulisan sejarah yang Indonesiasentris, peristiwa sejarah tersebut adalah upaya perjuangan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. 

BACA JUGA:KAMPUNG KEPOH (Bagian Dua)

Catatan sejarah yang eropasentris atau nerlandosentris misalnya terhadap catatan serangan Lanun yang menyerbu parit parit di sekitar daerah sungai Kepoh sebagaimana laporan A, Meis, Kapitein-Adjudant bij den Generaal-Majoor, Kommandant van het Nederlandsche Oost-Indische leger dalam Verhaal Palembangschen Oorlog van 1819-1821, halaman 146: “Berigten dat Radeen Ali zich weder in de Lepar-Eilanden ophield, aan de Soengie-Ketia, tusschen Koba en Kappo eene benting gemaakt bad, en daar eenen openlijken handel in tin dreef, …”, maksudnya: “Dikabarkan bahwa Radeen Ali kembali masuk ke Kepulauan Lepar terus, di Sungie-Ketia, antara Koba dan Kappo mendirikan benteng di sana dan membuka perdagangan Timah…”. Sedangkan yang dimaksudkan kepala rakyat di Toboali adalah Batin Pa Amien dan Batin Ganing di Nyireh, serta Batin-batin di Pangkal Kepoh.  Batin Pa Amien adalah salah satu kepala rakyat di Toboali yang memimpin perlawanan rakyat di Toboali dan Batin Ganing memimpin perlawanan rakyat di wilayah sekitar sungai Nyireh. 

Berdasarkan catatan Santosa, pada bulan Mei 1819, gerombolan Bajak laut menyerbu pos militer Benteng Toboali di pesisir pantai dekat Kota Toboali yang dipertahankan 40 prajurit di bawah Letnan Biery. Akibat serangan kepala-kepala rakyat di Toboali dan Lanun, Letnan Biery dengan pasukannya lari tunggang langgang ke Pangkalpinang. Demikian pula kedudukan tentara Belanda di Jebus diserbu oleh kepala-kepala rakyat dan Lanun berkali-kali dan sebuah kapal perang Belanda dapat dirampas (Bakar, 1969:15). Serangan bajak laut juga terjadi atas sejumlah pos militer di pesisir Barat Laut Bangka. Kota Toboali dikosongkan karena militer Hindia Belanda tidak dapat menahan serbuan gerombolan bajak laut (Santosa, 2011:133, 135). 

Kategori :

Terkait

Senin 23 Dec 2024 - 22:04 WIB

SUNGAISELAN

Senin 02 Dec 2024 - 21:37 WIB

CHINEESCH DIALECTEN

Senin 25 Nov 2024 - 22:03 WIB

LOKOMOBIL

Terpopuler

Minggu 29 Dec 2024 - 12:59 WIB

Netanyahu Hari ini Operasi Kanker

Minggu 29 Dec 2024 - 15:14 WIB

Tahun 2025, Berat Bagi Ekonomi Indonesia

Minggu 29 Dec 2024 - 10:58 WIB

Jokowi Dukung PPN 12%