Perhatikan “Keringol” (calon) Pemimpin-mu

Ahmadi Sopyan-screnshoot-

Oleh: AHMADI SOFYAN

Penulis Buku / Pemerhati Sosial Budaya

 

PERSOALAN “keringol” itu bukan persoalan kecil, karena ia menyangkut perilaku dan perilaku menyangkut pola pikir dan pola pikir mempengaruhi perbuatan & keputusan. Jadi, menjelang Pilkada ini, perhatikan benar-benar “keringol” calon pemimpinmu…

---------------

MENYAKSIKAN serta menilai kepemimpinan yang ada di daerah kita saat ini, saya teringat dengan sebuah nasehat bijak yang mengatakan: “Dibawah pemimpin yang baik dan pintar, anak buah bodoh pun ada gunanya, tapi dibawah pemimpin yang bodoh, pasukan terbaik dan anak buah pintar pun bisa kocar-kacir…..”.

Dalam tulisan ini saya tidak menjelaskan berbagai konsep kepemimpinan ideal, tapi hanya masalah ringan yang insya Allah dapat dipahami oleh semua kalangan, yakni persoalan “keringol” atau dalam bahasa lainnya dapat diartikan yakni gaya/watak/gestur tubuh/perilaku sehari-hari. Sebenarnya persoalan “keringol” (ucapan khas orang Bangka), ini bukanlah persoalan ringan atau kecil, karena ia menyangkut pola perilaku dan perilaku itu sendiri mempengaruhi pola pikir dan pola pikir pasti mempengaruhi perbuatan dan keputusan.

Menjelang musim Pilkada seperti sekarang ini, banyak hal yang harus diperhatikan oleh rakyat pemilih dalam memutuskan pemimpin daerahnya untuk 5 tahun mendatang. Sudah cukup rasanya beberapa Kabupaten dan juga Kota di daerah kita ini ada yang maju lumayan, ada yang pembangunannya serta pencapaian kemajuannya jauh dari harapan, ada yang jalan ditempat tapi pencitraannya penuh senyum “ngerapik”, bahkan ada daerah yang justru mengalami kemunduran. Ini semua tidak lepas dari siapa dan bagaimana kualitas pemimpinannya. Otak, aksi dan pencitraan hendaknya sejalan dan seirama, bukan malah dibaliho memperbesar muka yang tak berwibawa.

Menjelang Pilkada seperti sekarang ini banyak “keringol-keringol” palsu yang ber-“keringal keringol” ditengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya untuk urusan “keringol” saja, membutuhkan ilmu kecermatan guna menilainya, apakah keringol sang calon itu asli atau sekedar polesan (pencitraan). Apalagi persoalan pemahaman mereka soal kepemimpinan, wawasan kedaerahan, wawasan nusantara, Pancasila, demokrasi, jaringan (networking)-nya ke pusat, pendidikan, pengalaman, kehidupan rumah tangga, masa lalu, karyanya, mentalnya, IQ-nya, spritualnya, motivasinya dan lain sebagainya lebih membutuhkan perhatian bagi rakyat pemilih, dan semua itu akan nampak dari “keringol” sang pemimpin kala ia berhadapan langsung dengan masyarakat. Makanya rakyat harus benar-benar jeli dan seksama memperhatikan setiap langkah, gaya dan isi bicara serta “keringol”nya sang (calon) pemimpin.

“Keringol” Babi

DALAM sebuah hikayat (dongeng), suatu masa di zaman dahulu terjadi banjir besar di seluruh dunia. Lantas orang-orang pun membuat sebuah kapal berukuran maha besar agar seluruh umat manusia dan binatang bisa selamat dari banjir. Ketika kapal sudah selesai, semua manusia menaiki kapal tersebut termasuk semua jenis binatang. Dengan masuknya seluruh jenis binatang membuat kapal menjadi penuh sesak sehingga diperkirakan tidak mampu mengangkut beban dan dipastikan karam ditengah banjir yang akan melanda.

Menyadari kenyataan tersebut, sang Nakhoda pun mengambil inisiatif menurunkan seluruh binatang. Dihadapan para binatang, sang Nakhoda mengambil keputusan: “Hanya binatang yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi saja yang boleh naik ke atas kapal”. Para binatang pun bertanya: “Bagaimana mengetahui binatang memiliki kecerdasan tinggi?”. Sang Nakhoda pun berpikir sejenak, lantas ia menjawab dan langsung memutuskan: “Salah satu ciri kecerdasan itu adalah memiliki sense of humor atau bisa membuat orang tertawa. Oleh karenanya, saya putuskan setiap binatang wajib bercerita dihadapan binatang lainnya. Barangsiapa yang bisa membuat seluruh binatang tertawa, maka ia berhak naik ke atas kapal. Tapi jika ada satu saja binatang yang tidak tertawa, maka ia tidak berhak dan akan diceburin ke laut sampai mati”. Karena tidak ada pilihan lain, para binatang pun menyetujui keputusan yang diambil oleh sang Nakhoda.

Diawali dari binatang yang bertubuh besar, yaitu Dinosaurus, untuk menyampaikan cerita lucu bagaikan stand up comedy yang tayang di televisi. Dihadapan seluruh binatang, Dinosaurus berceloteh menceritakan hal-hal yang lucu. Di akhir cerita, seluruh binatang tertawa ngakak bahkan ada yang guling-guling. Sang Nakhoda pun memperhatikan satu persatu, ternyata ada satu binatang yang diam membisu tanpa ada reaksi apalagi tertawa ngakak seperti binatang lainnya, yaitu BABI. Hanya babi yang “laen keringol e” sehingga Dinosaurus pun masuk dalam kategori gagal cerdas dan tak berhak naik kapal. Sesuai dengan keputusan yang sudah disepakati, Dinosaurus pun ramai-ramai diceburin ke laut hingga tewas.

Selanjutnya giliran Gajah ber-stand up comedy dihadapan seluruh binatang. Dari awal berceloteh sampai akhir cerita, tidak ada satu pun binatang yang tertawa mendengar ocehan tidak lucu si Gajah. Semua binatang terdiam membisu dan mengernyitkan dahi karena apa yang disampaikan oleh si Gajah tidak ada kelucuan sama sekali untuk memancing tawa binatang yang mendengarkannya. Namun disaat semua hening, tiba-tiba Babi tertawa ngakak bahkan hingga guling-guling. Melihat perilaku Babi tersebut, seluruh binatang pun heran, termasuk Nakhoda. Karena penasaran, Nakhoda pun bertanya: “Hei Babi, mengapa kamu tertawa hingga ngakak? Bukankah cerita si Gajah tidak lucu sama sekali sehingga tidak ada satu pun binatang yang tertawa, tapi kamu malah ngakak hingga terguling-guling?”.

Tag
Share