Adaptasi Pemimpin Babel dengan Pilar Kepemimpinan 'Blue Ocean Strategy' dalam Menghadapi Tantangan Krisis

dr. Wari Kartika Sari -Dok Pribadi-

BACA JUGA:Penggunaan Metode STOP pada Pembelajaran Sosial Emosional di Bimbingan Konseling

Krisis Lingkungan yang berkaitan dengan krisis ekonomi juga tengah dihadapi oleh masyarakat Pulau Bangka terkait proses tambang timah ilegal. Mengutip pemberitaan telah disebutkan kerugian perekonomian negara dalam kasus penambangan timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan atau IUP PT Timah mencapai Rp271 triliun. 

Kerugian perekonomian itu terkait dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan di kawasan hutan dan non-hutan. Begitu pula kerugian ekonomi lingkungan dan biaya pemulihan lingkungan.

Selain menyebabkan korban meninggal, lubang-lubang tambang itu juga memicu sumber penyakit baru, potensi bertambahnya tempat sarang nyamuk atau lokasi berbahaya lantaran memiliki tingkat radiasi cukup tinggi dan merusak sumber air sehingga pernah terjadi krisis air dan kekeringan. 

Dalam aktivitas tambang, kapal-kapal ponton isap produksi memicu konflik dengan nelayan oleh karena hasil tangkapan para nelayan makin menurun akibat pencemaran limbah tambang. Selain itu penambangan timah yang dilakukan dengan cara menyedot pasir laut membuat terumbu karang hancur dan mati. Serta diperparah adanya limbah tambang berupa oli dan pasir yang terbuang ke laut yang sangat berpotensi merusak ekosistem laut. 

Dengan direview kembali izin pertambangan khususnya timah maka berdampak terhadap perekonomian rakyat Babel yang pada umumnya sangat didominasi oleh aktivitas tambang. Mata pencaharian pengganti masih belum mampu menggantikan pertambangan meskipun upaya tersebut sudah mulai dilakukan.

Kompleksnya permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat Babel membutuhkan para pemimpin atau agen perubahan yang mampu membawa keluar dari dampak negatif insdustri pertambangan agar lebih ramah lingkungan dan mengutamakan ekonomi berkelanjutan. 

Dalam mengatasi krisis lingkungan yang berdampak perekonomian membutuhkan pendekatan menyeluruh dan komitmen dari setiap pemangku kepentingan yaitu pemerintah, swasta, komunitas lokal dan masyarakat sipil untuk menciptakan solusi yang menjamin pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian.

Lalu seperti apakah adaptasi para pemimpin atau agen perubahan baik di pemerintahan maupun swasta dan komunitas masyarakat dalam memperbaiki keadaan ini? 

BACA JUGA:Bahasa Gaul: Kesalahan dalam Berbahasa Indonesia?

Dalam perekonomian dikenal strategi ekonomi yang dapat digunakan untuk menguraikan atau bahkan mengatasi permasalahan perekonomian. 

Salah satu strategi tersebut adalah Blue Ocean Strategi yaitu sebuah konsep untuk merancang dan memperoleh target pasar yang potensial dengan memunculkan permintaan baru sehingga produk atau jasa yang diciptakan ini unik dan memiliki fitur canggih dibandingkan produk sebelumnya. Namun sayangnya tidak mudah untuk mengimplementasikan blue ocean strategy karena perlu kreativitas dan kejelian dalam melihat pasar.

Selain itu, biaya yang dibutuhkan juga besar ketika mengimplementasikannya. Blue ocean strategy ini bisa diterapkan pada semua sektor atau bisnis dan tidak terbatas hanya pada satu jenis saja. Dibutuhkan komitmen dan kepercayaan yang tinggi kepada tim atau staf yang akan menjalani strategi ini, sehingga akan terbentuk suasana yang mendukung dan solid dalam pelaksanaannya.

Untuk itulah Blue Ocean Strategy atau Samudera Biru ini dibutuhkan para champion atau model kepemimpinan yang mampu membawa perubahan kearah solusi yang signifikan, efisien dan efektif. Kepemimpinan Samudera Biru harus memiliki visi yang jelas tentang masa depan, mampu melihat peluang untuk membuat produk yang belum pernah ada, serta berani mengambil resiko yang sudah diperhitungkan.

BACA JUGA:Menunggu Konsistensi Kebijakan Pendidikan Inklusi

Tag
Share