Kita Perlu Belajar Nyata

Kristia Ningsih-Arsip Babel Pos-

Kemudian, dalam kegiatan belajar mengajar, kelas mata pelajaran tertentu tidak melulu harus diisi oleh sang guru mata pelajaran. Kelak pemateri kelas bisa diisi tamu yang kita undang dari masyarakat, entah pegiat literasi, pegiat UMKM, aktivis, anggota lembaga swadaya masyarakat hingga komunitas tertentu. 

Dengannya, diharapkan anak-anak menjadi sadar bahwa di balik tembok ruang kelas sana ada banyak orang-orang yang berkiprah sesuai minat dan bakatnya. Kebermanfaatan tidaklah berbentuk pengetahuan saja, dapat juga berupa kreativitas hingga inisiatif dan kepedulian membangun kebaikan bersama.

Dalam hal ini, istilah tidak pintar tidak lagi menjadi masalah. Tes diagnostik awal setidaknya membantu pendidik untuk mengenal tingkat berpikir peserta didik yang beragam. Anak-anak diarahkan untuk mengeluarkan minat dan bakatnya. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan pengajar secara adil memberi tindakan sesuai kebutuhan anak didik yang berbeda. Ketika materi membaca fiksi misalnya, kelak akan ada anak yang diberikan buku agak tipis seperti novelet atau kumpulan puisi dibandingkan anak dengan minat bacanya sudah baik.

Dalam kurikulum merdeka, guru tak lagi dituntut menyelesaikan materi sekian belas dalam dua semester dalam setahun. Guru hanya perlu mengidentifikasi gaya belajar peserta didiknya dan menerjemahkan Capaian Pembelajaran yang kelak diuraikan sesuai dengan keadaan untuk mencapai Tujuan Pembelajaran dengan bentuk persiapan mengajar dengan modul.

BACA JUGA:Esensi Paguyubuan Kelas

Orangtua murid kelak akan melihat putra-putrinya memiliki kesempatan berekspresi dengan  program sekolah dalam melaksanakan proyek penguatan profil pelajar pancasila. Akan ada pengenalan kearifan lokal seperti tari daerah atau permainan tradisional yang ditampilkan. Tak pula lupa kreativitas berbentuk produk.

Anak-anak tidak melulu belajar, mereka mengenal praktik nyata yang relevan dengan kehidupan masa kini. Pengolahan sampah dengan narasumber komunitas peduli sampah akan menjadi lebih berguna. Saat ini, seluruh dunia berlomba mengolah sampah menjadi karya. Bila tidak, persoalan sampah akan makin bersumbang pada kacaunya iklim saat ini. 

Sebagai hasilnya, pengolahan lingkungan ini pun memuculkan profil pancasila (bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, kritis, kreatif, bergotong royong). Anak-anak tersebut telah menjalankan tugasnya menjadi khalifah, pemimpin bumi dari kerusakan tanda bertakwa. Di masa depan, anak didik dapat terbetik hatinya untuk menyelesaikan pengolahan sampah dengan ide kreatif dan bergotong royong di masyarakat.

Selain tema sampah yang lekat dengan aspek gaya hidup berkelanjutan, proyek peningkatan profil pelajar pancasila ini dapat menjaga kearifan lokal, bhineka tunggal ika, membangun jiwa dan raganya serta suara demokrasi. Singkatnya, pelajar kita dapat saja belajar dengan berbagai narasumber. Kelak terbukalah cakrawala pengetahuan mereka tentang budaya, sosial,  kesehatan, bahkan hingga politik. Pelajar tidak melulu berkutat bak akademisi. Mereka dalam kurikulum merdeka dilatih untuk menjadi praktisi yang cukup akademis meski baru pada tingkatan fase terakhir F kelas XII SMK/SMA/MA misalnya.

Selama ini, keinginan ini sebenarnya tumbuh dalam orang-orang pendidikan di sekolah-sekolah. Akan tetapi, masih terhambat alasan ‘Nanti habis waktu di luar, materi tidak terkejar, mereka tidak punya nilai’. Kini, kurikulum merdeka sudah memetakan bahwa seorang pelajar pancasila memiliki kemerdekaannya untuk mengetahui hal-hal di luar kelas maupun di dalam sekolah. Ini semata-mata demi cita-cita dan pembelajaran yang bermakna. 

Bapak/Ibu pendidik yang masih pada tahap awal mengenal Kurikulum Merdeka tidak perlu khawatir. Tak ubahnya dahulu Kurikulum 2013 yang begitu berwarna sejak ia lahir hingga 2017 yang masih dengan adaptasi sana-sini; kurikulum ini kini lebih mudah meski tidak selalu mmebuat kita datang pelatihan tingkat kabupaten hingga provinsi. 

Dengan akun belajar.id yang didapat dari operator sekolah, pengajar dapat masuk pada Platform Merdeka Mandiri. Di sana ada banyak pembelajaran microteaching untuk guru hingga contoh nyata berbentuk. Modul pembelajaran dalam kurikulum ini disajikan dalam penjelasan video dan soal refleksi hingga tes sederhana menguji pemahaman. Seperti gayanya kurikulum merdeka, nilai bukan orientasi guru, melainkan pemahaman bermakna dalam cara kita mengajar.

Bayangkan betapa terbantunya dan berbahagianya kita menjadi guru masa kini. Diberikan penjelasan mengenai apa itu mengajar hingga sampai cara mengelola kelas; dari hal bermakna abstrak hingga hal konkret mendetil dalam mengajar. Untuk pimpinan pun diberikan contoh mendorong pengajar agar makin berkualitas dengan perencanaan supervisi, cara mengevaluasi dan melakukan tindak lanjutnya. Dari persoalan teknis mengajar hingga berbagai program pelajaran tak langsung seperti proyek penguatan profil pelajar pancasila. Ada pula berbagai contoh aksi yang telah dilakukan para pendidik yang lebih dahulu kenal dan berkarya. Ini semua  dapat diakses gratis. 

BACA JUGA:Menjaga Adab Kunci Utama dalam Bekerja

Kiranya sebelum mengajak murid belajar sepanjang hayat, pendidik mesti terlebih dahulu rajin dan bersemangat untuk belajar di sela-sela kesibukan hidup yang tiada habisnya. Sesuai namanya, inilah saatnya kurikulum merdeka. Seperti kata Pangestu dan Rochmat (2012) yang memandang merdeka belajar ini via bentuk cara pandang pendahulu kita terhadap pendidikan. Ki Hajar Dewantara, Soekarno, Mohammad hatta, Sjahrir tak berseberangan dalam menyebut pendidikan yang memerdekakan dapat menjadikan manusia berkarakter. Semoga pendidikan kita makin maknawi sehingga kita dapat menyikapi tantangan hidup dengan intuisi sekaligus akal dan budi.***

Tag
Share