Kelekak & Kepemimpinan
Ahmadi Sopyan-screnshot-
Satu Kampung Satu Kelekak
PERKEMBANGAN zaman dan maraknya pembangunan dan perkebunan perusahaan besar di Bangka Belitung, semakin membuat “Kelekak” menipis. Kerapkali kita saksikan “Kelekak” sudah menjadi lahan kosong bertanah kuning dan berdiri spanduk besar bergambar kaplingan dan bertuliskan harga perkapling. Kelekak-kelekak itu akan berubah menjadi perumahan atau bangunan lainnya. Disinilah kadangkala betapa kita generasi sekarang kalah besar dengan perilaku bijak Atok-Atok kita tempo doeloe. Peninggalan mereka bukannya kita kembangkan atau diperlebar, malah yang ada diperjualbelikan sebab nilai Rupiah yang menjanjikan. Maka jangan heran dimasa yang akan datang, fenomena “Kelekak” akan menjadi cerita masa lalu bagi generasi setelah kita ini.
Oleh karenanya, belum terlambat bagi pemerintah Bangka Belitung untuk menggalakkan menanam bibit buah-buahan dilahan kosong milik Pemerintah, terutama di sekitar perkantoran Pemerintah Provinsi dan lahan-lahan milik pemerintah yang tak dimanfaatkan. Pun demikian dengan lahan-lahan bekas tambang Inkonvensional bisa dikelola agar kembali membaik suasana hutan dan sungai di Negeri sejuta lubang camui ini. Mengolah lahan agar menjadi contoh bahwa kreativitas memanfaatkan lahan adalah bentuk rasa syukur kita atas anugerah Allah SWT.
Menurut Penulis yang memang lahir, hidup dan besar di Kelekak, penting sekali bagi aparatur pemerintah, baik itu Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa untuk menjaga kearifan lokal bernama “Kelekak” ini. Ketika pertumbuhan manusia kian pesat, maka lahan pun kian sempit, sehingga perlu pemikiran bagaimana setiap lahan desa harus ada dijadikan “Kelekak” Desa. Tak perlu harus luas puluhan hektar, namun bagaimana ia ditata dengan bibit-bibit buah-buahan lokal yang bertahan lama dan berbatang besar.
Satu kampung, satu “kelekak” dengan penataan yang apik, serta perawatan lahan yang indah, dapat menjadikan “Kelekak” menjadi salah satu destinasi wisata setiap Desa. Tak menutup kemungkinan, Kelekak lebih menarik minat orang luar Bangka Belitung untuk datang ketimbang Pantai yang kian jorok dan penuh dengan pandangan TI (Tambang Inkonvensional) apung diatasnya.
Penulis yakin, dengan menanam akan sangat bermanfaat bagi generasi berikutnya. Itulah bedanya menanam dengan menambang. Atok-Atok kita sudah memberikan teladan dalam memanfaatkan lahan melalui “Kelekak” (Kelak kek ikak).
Salam Kelekak!(*)