Republik Bangkrut

Ahmadi Sopyan--

4) Ego sektoral antar lembaga negara

5) Penegakan hukum yang lemah dan peraturan yang tumpang tindih

Dari 5 faktor tersebut, yang tiada lain penyebab terbesarnya adalah mental para aparatur negara kita.

Bangkrut Budaya, Bangkrut Ideologi

JIKA ditelisik lebih mendalam, parahnya kebangkrutan ekonomi di Republik tidak lepas dari bangkrutnya kearifan lokal (local wisdom) di kalangan masyarakat serta semakin remang-remangnya ideologi bangsa. 

Perkembangan zaman dan canggihnya teknologi yang tidak diiringi dengan kesiapan mental masyarakat kita, ditambah lagi dengan terbukanya pintu yang demikian lebar bagi para kuli-kuli (entah kuli benaran ataukah “kuli” terlatih) dari China dipastikan berdampak secara sosial bagi generasi mendatang. Bahkan bukan hanya dampak sosial, tapi politik, ekonomi, budaya bahkan keamanan. Artinya, untuk saat ini, jangankan para pengusaha, kuli dan buruh saja di negeri ini terancam akibat banyaknya pendatang dari China yang terus menerus berdatangan. 

BACA JUGA:Kolaborasi Banjir

Oleh karenanya, ada beberapa hal yang penting dilakukan sesegera mungkin dilakukan oleh pemerintah kita saat ini, baik di tingkat daerah maupun pusat, antara lain: Fokus pada satu bidang pembangunan yang dianggap cepat mengembalikan keadaan negara, misalnya di bidang pariwisata, memperkokoh peran TNI dalam pengamanan negeri, terutama permasalahan ideologi yang kian terkikis, peraturan dan hukum harus ditegakkan serta sinergitas antar lembaga negara harus kembali dieratkan.

Sinergitas ini menjadi sulit karena sampai saat ini kita bangsa Indonesia sepertinya tidak punya lagi “guru bangsa” sebagai lem perekat para pemimpin yang sedang memegang tampuk kekuasaan dalam berbagai lembaga negara.

 Sebagai rakyat yang tinggal di kebun tepi sungai dan jauh dari kekuasaan dan pengetahuan tentang negara, saya secara pribadi melihat era sekarang adalah era yang paling parah. Entah kemana janji-janji kampanye tempo doeloe, entah apa kabar ESEMKA, kapal sapi, tol laut, kereta cepat, traktor tangan, kartu-kartu “aladin”, semuanya seperti sia-sia dan entahlah, “aku rapopo” alias “mane kenek ikak lah”. Sebab memang maunya rakyatnya ya begini, kita tetap harus mencintai negeri walau dalam keadaan ngeri.

BACA JUGA:Urang Bangka & Karakternya

Sudahlah, tulisan kali ini sangat semerawut dan singkat, karena yang menulis sedang bangkrut ide. 

Salam Bangkrut!!(*)

 

Tag
Share