Lebaran Raih Kemenangan, Jangan Jadi Beban

Senin 01 Apr 2024 - 18:50 WIB
Oleh: Budi Rahmad

TIDAK terasa puasa yang kita jalani sudah melewati pertengahan bulan ramadhan, itu artinya tinggal menghitung hari umat muslim di seluruh dunia akan merayakan hari lebaran Idulfitri setelah berpuasa satu bulan lamanya.

 

Oleh : Zaya Setiawan (Ketua Pensosmas Bangka Tengah)

 

Berbagai kesibukan dan persiapan akan kita lihat dan rasakan jelang lebaran nanti, warga lokal sibuk mengumpulkan pundi-pundi untuk mempersiapkan semuanya, para perantau bersiap mudik ke kampung halaman agar dapat berlebaran bersama keluarga tercinta. Sementara pemerintah dan aparat sibuk mempersiapkan infrastruktur dan keamanan sebelum, saat, dan sesudah lebaran. Jadi tak heran jika perhatian, energi, dan biaya sering terkuras untuk menyambut lebaran.

Di hari lebaran nanti akan menjadi momentum yang tepat bagi orang-orang muslim untuk saling bermaaf-maafan dan silaturahim dengan sanak saudara, kerabat, teman ataupun orang-orang yang pernah bersinggungan dengan orang tersebut. Baik secara langsung maupun tidak langsung.  

BACA JUGA:Perang Sarung Jadi Ajang Bertarung, Kenakalan Remaja Makin Tak Terbendung

Idealnya, hari kemenangan disambut gembira dengan melepaskan beban-beban yang ada. Sebab, kemenangan adalah sesuatu yang tak terkira bagi sebagian orang. Dan kemenangan itu tidak akan didapat setiap harinya. Seperti hari raya Idul Fitri ini. Hari raya Idul Fitri hanya ada satu kali dalam satu tahun. Itu pun harus melalui proses ibadah puasa selama satu bulan penuh.

Namun, sering kita jumpai yang merasakan hari lebaran dengan suka cita hanyalah orang-orang yang berduit. Bagi masyarakat muslim di Indonesia yang termasuk dalam kelas bawah, tidak sepenuhnya bisa merasakan hari kemenangan. Pasalnya, mereka selalu dihantui dengan kebutuhan-kebutuhan lebaran yang naik secara signifikan. Sedangkan pendapatan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran untuk menyambut hari lebaran.

Tak terkecuali di daerah penulis di Provinsi Kepuluan Bangka Belitung, Provinsi yang dikenal dengan pulau penghasil timah ini, sejak beberapa bulan terakhir, ekonomi masyarakat nya sedang tidak baik-baik saja. Hal ini disebabkan penertiban tambang timah dimana pekerjaan masyarakat disini rata-rata bermata pencaharian sebagai pekerja tambang inkonvensional (TI), berkebun lada, sekarang harganya tidak sepedas biaya perawatan, mundur ke belakang.

Dulu lada bangka belitung merupakan salah 1 rajanya lada dunia, ada juga yang berkebun sawit, itu pun cuma segelintir masyarakat saja, dagangan lebih banyak penjual dari pembeli, mereka mengatakan keadaan saat ini melebihi pada saat musim pandemi lalu, padahal sebelumnya mereka memiliki pekerjaan dan penghasilan yang lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi lebaran.

BACA JUGA:Penggunaan Metode STOP pada Pembelajaran Sosial Emosional di Bimbingan Konseling

Jelang lebaran seperti ini, kegelisahan masyarakat semakin menjadi, pengeluaran menjelang lebaran menjadi beban tersendiri bagi mereka yang tidak memiliki penghasilan pasti seperti Pegawai Negeri / Swasta, sebab masyarakat selalu memaknai hari lebaran dengan sesuatu yang serba baru, lebaran tidak afdlal tanpa baju baru, makanan, kue khas lebaran dan banyak lagi lainnya, itu lah yang akan menjadi beban badan dan pikiran, kalau istilah Bahasa Bangka “PUASO DAK, RAYO PALING KEK SIBUK (Tidak Puasa, Tapi Lebaran Paling Sibuk Untuk Merayakannya)” padahal makna dari hari lebaran bukanlah seperti itu.

Namun, masyarakat jaman now memiliki tradisi yang wajib ada saat hari lebaran tiba. Seperti halnya memiliki barang-barang yang baru, terutama dalam hal penampilan. Gejala demikian, sering penulis jumpai pada diri mentinak (Perempuan) yang pagi-pagi buta sudah memenuhi butik dan salon, mungkin bagi para orang tua masih bisa menahan nafsu beli ini itu untuk mereka, akan tetapi, bagi anak-anak baju atau sandal baru merupakan sesuatu yang wajib mereka dapatkan di hari lebaran. Sehingga, bagaimanapun caranya para orang tua harus mempunyai uang untuk sekedar membelikan baju dan sandal baru bagi anak-anak mereka (Itulah luar biasa perjuangan orang tua terhadap anaknya) yang entah dari mana mereka akan mendapatkannya. 

Tidak hanya kebutuhan untuk penampilan saja, Pengeluaran pada saat lebaran akan meningkat secara signifikan bila dibanding dengan hari-hari biasa, di hari lebaran, ada lagi tradisi yang berlaku di masyarakat Indonesia yaitu menyiapkan amplop THR berisikan uang dan Open House, yakni dengan menjamu semua keluarga, kerabat dan tetangga yang datang untuk silaturrahim. Hidangan yang disajikan juga tidak hanya satu atau dua, tetapi bervariasi. Ini dilakukan sebagai tanda terimakasih tuan rumah kepada orang-orang yang telah menyempatkan waktu bersilaturrahim dengannya.

Kategori :