SARANA JALAN DI KERESIDENAN BANGKA

Senin 19 Feb 2024 - 19:49 WIB
Reporter : Akhmad Elvian
Editor : Syahril Sahidir

Tampaknya pemerintah Belanda untuk memperpendek jarak tempuh antara distrik Pangkalpinang dengan   distrik Merawang harus membangun jalan yang lurus dengan melakukan peninggian wilayah rawa-rawa,   lembah dan wilayah yang berair terutama di wilayah kampung Lembawai, antara perbatasan kampung Oepas di Selatan sampai dengan perbatasan kampung Gabek  di   Utara.   

Salah satu kebijakan penting yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda setelah perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851 M), adalah Pembangunan jalan-jalan besar di pulau Bangka terutama jalan beraspal lengkap dengan trotoar dan lebarnya antara 2-4 meter (verharde weg a waarvan de verharding meer dan 4 m en b 2-4 m breed), selanjutnya jalan tidak beraspal untuk angkutan berat  (Niet verharde weg, in alle moessons geschikt voor verdartillerie, van 2- 4 m breed),  dan jalan jalan setapk di dalam distrik di pulau bangka (voetpad). Jalan jalan beraspal yang dibangun tersebut meliputi jalan dari Kota Mentok melalui berbagai pusat distrik sampai ke Toboali, menempuh jarak sekitar 176 paal, kemudian dibangun jalan dari distrik Pangkalpinang melintasi bagian Utara dan paling lebar melalui kampung Bakam dan kampung-kampung yang baru saja dibuka ke distrik Muntok dalam jarak 89 paal, selanjutnya dibangun juga jalan baru dari distrik Pangkalpinang melalui bagian tengah ke distrik Sungaiselan dalam jarak 26 paal yang dilanjutkan dari distrik Sungaiselan menuju kampung Kurau dalam jarak 24 paal. Jalan baru yang dibangun selanjutnya oleh Pemerintah Kolonial Belanda adalah dari kampung Bakam melalui kampung Layang ke distrik Sungailiat dalam jarak 26 paal. Jalan-jalan yang dibangun pemerintah Belanda tersebut berada dalam kondisi yang sangat baik dan jalur jalan tersebut masih digunakan oleh masyarakat hingga sekarang. Kemudian untuk memperlancar transportasi dari distrik Pangkalpinang ke distrik Merawang yang baru dibentuk dan selanjutnya menuju distrik Sungailiat, maka pemerintah Kolonial Belanda sesuai ketentuan dalam pasal 30 Lembaran Negara 1831 nomor 62, mulai membangun jalan baru dari Baturusa ke distrik Pangkalpinang, yang jaraknya lebih diperpendek sekitar 43 paal dan diselesaikan pada Tahun 1851. Pemerintah Belanda juga membangun jalan-jalan setapak (voetpad), untuk mempermudah transportasi antar kampung yang ada di distrik distrik pulau Bangka.  

Salah satu kebijakan penting yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda setelah perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851 M), adalah melakukan pemisahan antara distrik Sungailiat dengan distrik Merawang. Pemisahan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Pemerintah Belanda tanggal 28 Maret 1851 Nomor 4. Administratur distrik Merawang kemudian diangkat dengan Keputusan Pemerintah tanggal 24 Desember 1851 Nomor 4. Pemisahan antara distrik Merawang dan distrik Sungailiat dilakukan dalam rangka peningkatan produksi timah dan memudahkan rentang kendali dan pengawasan terhadap parit penambangan dan pemerintahan (Elvian, 2016:141). Jalan dari distrik Pangkalpinang ke distrik Merawang melewati beberapa kampung di distrik Pangkalpinang seperti kampung Bintang, kampung Tjina, kampung Katak, kampung Djawa, kampung Oepas, kampung Lembawai, kampung Gabek dan kampung Selindoeng. Jalan yang dibangun dari kampung Lembawai ke arah Utara distrik Merawang tampak dibuat sangat lurus sampai ke sungai Pandek, membelah beberapa kampung mulai dari kampung Lembawai, kampung Gabek dan kampung Selindoeng. Tampaknya pemerintah Hindia Belanda untuk memperpendek jarak tempuh antara distrik Pangkalpinang dengan distrik Merawang harus membangun jalan yang lurus dengan melakukan peninggian wilayah rawa-rawa, lembah dan wilayah yang berair terutama di wilayah kampung Lembawai, antara perbatasan kampung Oepas di Selatan sampai dengan perbatasan kampung Gabek di Utara. Kebijakan pembangunan jalan-jalan baru oleh Pemerintah Hindia Belanda diikuti dengan kebijakan memindahkan pemukiman penduduk yang awalnya terkonsentrasi pada daerah-daerah pedalaman hutan ke ke kiri dan kanan jalan-jalan baru yang dibangun Belanda. Pola ini mengubah pola pemukiman tradisional masyarakat Bangka dalam kelompok dengan konsep bubung dan arah mata angin (pemukiman masyarakat yang terdiri atas 10 hingga 40 bubung rumah atau pondok ume)

Berdasarkan  Peta Belanda Res. Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929, Blad 34/XXVd, KK 083-04-01/085-04-10_087- 05978–086, pada bagian Legenda Peta Toelichtingen atau pada penjelasan, Jalan jalan yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sudah dilengkapi dengan fasilitas lainnya seperti untuk jalur perjalanan Kuda atau kereta Kuda, selanjutnya bila jalan melewati Aik atau anak sungai dibangunlah gorong-gorong atau jembatan yang terbuat dari kayu atau bambu (a paardenpad), a duiker of bruggetje van hout of bamboo), untuk menyeberangi sungai yang agak lebar dan deras dibangunlah jembatan batu lengkap dengan gorong gorongnya (steenen brug, a doorlaat of duiker in de baan), selanjutnya untuk informasi jarak dan perjalanan sudah disiapkan houten kilometerpaal (pal kilometer terbuat dari kayu), dan untuk di pusat distrik serta di ibukota keresidenan dibangun Tugu atau pilar batu (steenen waterpaspilaar), kemudian untuk petunjuk pertambangan Timah di pulau Bangka dibuatlah  Tiang besi petunjuk penambangan Timah (ijzeren paal van de tinwinning). 

Tugu atau pilar batu (steenen waterpaspilaar) yang dibangun di ibukota keresidenan dan ibukota distrik di pulau Bangka kemudian sering disebut Patok Nol kilometer sebagai penanda awal yang menentukan jarak antar ibukota keresidenan dengan ibukota distrik. Patok Nol kilometer juga menjadi penanda awal pembangunan satu kota dan sebagai penanda keberadaan pusat kota. Di Kota Pangkalpinang sebagai ibukota keresidenan Bangka Berdasarkan  Peta Belanda Res. Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929, Blad 34/XXVd, KK 083-04-01/085-04-10_087- 05978–086, steenen waterpaspilaar atau tugu pilar batu Nol km tergambar pada sisi sebelah Timur Resident Straat atau Jalan Residen (sejak Tanggal 3 September 1913), Kota Pangkalpinang ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Bangka menggantikan Kota Mentok. Bila ditelisik dalam peta di atas terletak di Kampung Oepas. 

Kampung Oepas yang sekarang berkembang menjadi Kelurahan Opas Indah Pangkalpinang pada awalnya terletak di sisi sebelah Timur rumah residen (residentshuis te Pangkalpinang op Bangka). Lokasi kampung Oepas sangat strategis letaknya karena di kampung ini berdiri kawasan perkantoran (civic centre), terutama pada priode kolonial-gemeente setelah ibukota Keresidenan Bangka dipindahkan dari Kota Mentok ke Pangkalpinang pada tanggal 3 September 1913 Masehi. Beberapa kantor yang terletak di kampung Oepas antara lain kantor Keresidenan Bangka (resident cantoor), kantor Asisten Residen Bangka Belitung, Kantoor v/d Tinwinning (Kantor Banka Tin Winning Bedryf), Kantor Pengadilan Negeri (Landraad), Gouvts Pasanggrahan (Pesanggrahan Gouvernement sekarang difungsikan menjadi kantor Bank Indonesia), Politiekantoor (Kantor Polisi), Opiumregie (Gudang Opium), Zoutpakhuis (Gudang Garam, posisinya tepat di sisi Utara Kantoor B.O.W), Kantoor B.O.W/ Burgerlijke Openbare Werken (kantor PU, sekarang menjadi Bank Sumsel Babel) dan beberapa kantor lainnya, termasuk Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang (sekarang GPIB Maranatha) berlokasi di kampung Oepas.

Beberapa kantor yang ada di kampung Oepas saat ini kondisinya cukup terawat seperti kantor Residen Bangka. Kantor Residen Bangka pada Tahun 1933 Masehi menjadi kantor Residen Bangka Belitung, pernah juga dijadikan sebagai kantor Bupati Bangka (sejak Tahun 1950 hingga Tahun 1971 ketika dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tanggal 19 Februari 1971, ibukota Kabupaten Bangka dipindahkan dari Pangkalpinang ke Sungailiat dan peresmian kepindahannya dilaksanakan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto pada tanggal 13 Mei 1971). Kantor residen, juga pernah dijadikan sebagai kantor Pembantu Gubernur Sumatera Selatan untuk wilayah Bangka Belitung. Tercatat beberapa Pembantu Gubernur Sumsel yang pernah berkantor disini yaitu; H. Cholil Aziz, SH, Drs. Ibrahim Shomad, Drs. Zamzami Achmad, Nang Ali Solihin, SH. Terakhir kantor residen juga dijadikan sebagai kantor sementara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada saat provinsi ini baru dibentuk, terutama pada masa Pj. gubernur dijabat oleh bapak Amur Muchasim, SH. Sementara kantor Asisten Residen yang terletak di sisi Utara kantor residen pernah menjadi Mess Pemkab Bangka dan pada sekitar Tahun 1970 menjadi Hotel Karya Bakti 1 yang dikelola oleh Yayasan Karya Bakti, dan sekarang sudah dialih fungsikan oleh pemkab Bangka sebagai tempat bisnis milik swasta.

Secara geografis kampung Oepas berbatasan sebelah Selatan dengan kampung Katak, sebelah Utara berbatasan dengan kampung Lembawai, dan sebelah Timur berbatasan dengan jalan Trem, serta sebelah Barat berbatasan dengan kawasan Tangsi. Kampung ini disebut kampung Oepas karena pada kawasan ini terdapat kantor Opas dan banyak bermukim Opas atau Opsir Belanda. Pada waktu Belanda berkuasa di pulau Bangka, pemerintah Hindia Belanda di samping menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu distrik penambangan timah yang produktif dan pusat pemerintahan (bestuur), pemerintah Belanda juga menjadikan Kota Pangkalpinang sebagai pusat atau basis kekuatan militernya. Kota Pangkalpinang dijadikan sebagai pusat kekuatan militer Belanda karena letak Pangkalpinang yang strategis dan berada di tengah pesisir Timur pulau Bangka (sebagai titik nol kilometer pulau Bangka), sehingga sangat memudahkan bagi pergerakan pasukannya ke seluruh distrik dan kampung-kampung di pulau Bangka, baik untuk menjaga keamanan parit-parit penambangan timah maupun untuk menumpas perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Bangka.***

 

 

Kategori :

Terkait

Senin 07 Oct 2024 - 21:27 WIB

EXILE GOVERNMENT FROM BANGKA

Senin 30 Sep 2024 - 21:33 WIB

Keris dan Harta Depati Amir

Senin 23 Sep 2024 - 21:42 WIB

BALAI GEMEENTE DI JALAN BALAI