Entelekey Media Indonesia dan Relate Films akhirnya merilis official trailer dan poster film horor terbaru, Pernikahan Arwah (The Butterfly House). Trailer sekaligus poster film yang akan tayang di bioskop pada 27 Februari 2025 itu membawa sentuhan baru dalam genre horor dengan nuansa budaya Tionghoa yang kuat.
Mengusung konsep 'elegant horror', Pernikahan Arwah (The Butterfly House) menghadirkan atmosfer mencekam tanpa mengandalkan jumpscare berlebihan. Perlita Desiani, produser sekaligus founder Relate Films, mengungkapkan rasa bangga terhadap hasil akhir dari trailer dan poster film tersebut.
"Kami sangat senang dengan hasil akhir poster dan trailernya. Kami tidak hanya ingin membuat film horor yang menakutkan, tetapi juga menghadirkan sebuah cerita yang berakar pada budaya dan kepercayaan. Film ini mengeksplorasi bagaimana tradisi Tionghoa bisa menjadi sesuatu yang indah sekaligus menyeramkan," ungkap Perlita, Rabu (5/2). Sementara itu, Patricia Gunadi, Direktur Utama Entelekey Media Indonesia, menambahkan bahwa Pernikahan Arwah (The Butterfly House) membawa pendekatan yang belum banyak dieksplorasi di perfilman horor Indonesia. Menurutnya, film tersebut berbeda dari film horor kebanyakan karena mengusung konsep 'elegant horror'. "Rasa takut muncul dari atmosfer yang kuat, bukan hanya jumpscare semata," jelas Patricia.
Tidak hanya di Indonesia, Pernikahan Arwah (The Butterfly House) juga berhasil menarik perhatian pasar internasional. Film tersebut akan ditayangkan di tujuh negara Asia, yaitu Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Laos, Brunei Darussalam, dan Myanmar. "Kami merasakan antusiasme yang luar biasa dari berbagai negara. Film horor bertema Tionghoa yang dibuat di Indonesia masih sangat jarang, dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton luar negeri," tambah Patricia.
Trailer film Pernikahan Arwah (The Butterfly House) menampilkan momen-momen menegangkan dengan visual yang menggambarkan suasana rumah keluarga Salim yang penuh misteri. Potongan adegan bersama dengan musik, serta elemen-elemen budaya Tionghoa yang kuat, memberikan gambaran tentang ancaman supranatural yang akan dihadapi oleh para karakter.
Sutradara Paul Agusta menjelaskan bahwa film itu lebih dari sekadar kisah horor supranatural. "Saya ingin penonton menyadari bahwa ketakutan terbesar seringkali bukan berasal dari hal yang tidak kasat mata, tetapi dari warisan, kepercayaan, dan konsekuensi dari pilihan yang kita buat. Film ini menggali bagaimana masa lalu tetap hidup di sekitar kita, bagaimana seseorang bisa terjebak dalam takdir yang sulit dihindari," jelas Paul. (ant)