“Pak John, sepuluh tahun lalu ada anak SMA berprestasi di Jakarta. Karena kalah tipis saat pemilihan ketua Osis, ia menganiaya kompetitor dan membunuh ayah saingannya itu. Dia selalu juara kelas. Satu lagi, dia jago dansa, melukis, dan mampu memberi les pada anak-anak sekolah dasar! Dia juga sering mendapat penghargaan, tapi kenapa dia kok bisa menganiaya dan membunuh?” ujar Pak Ustadz Cangkul.
“Selama tiga bulan terakhir menjelang pembunuhan, si Anak Juara Satu itu mengoleksi pisau dan senjata tajam. Saat itu ia hendak merampok rekannya, ia mengancam dengan pisau sebelum pisau itu justru menusuk ayah temannya. Nah, itu si peringkat satu,” Ujar ustaz Cangkul.
“Satu lagi, Pak John. Anda pasti ingat kasus penembakan Presiden John F Kennedy. Pelakunya adalah seorang pensiunan marinir Amerika yang membelot ke Uni Soviet (Rusia). Dia juga pintar! Artinya tidak mudah masuk ke area kemiliteran dua negara adi kuasa, jika dia tak berprestasi. Lalu ada dua orang yang melakukan bom bunuh diri di Bali dua puluh tahun silam, dia juga bukan anak bodoh di sekolahnya.”
“Sistem peringkat hanya untuk anak yang suka menghafal. Hanya untuk anak yang pandai pelajaran tertentu, tapi belum tentu di kehidupan si peringkat satu itu akan jadi unggul, mewakili pemenang dalam kehidupan nyata,” jawab kakek.
BACA JUGA:Cerpen Ainun Hafizah Putri, MI Al-Muhajirin Koba: Tudung Saji Kite
Laras beranjak ke kamar mandi. Tampaknya dia tegang mendengar penjelasan guru TPA-nya yang memang pandai analogi seperti halnya kakek. Di lantai karpet pondok baca kami sudah ada coretan-coretan kontemporer Laras. Kekek dan Pak Ustadz iseng mengambil lukisan itu.
BACA JUGA:Cerpen Eva Fitriana, SDN 13 Mentok: Cik Muncik Asyiik
Di lembar pertama buku gambar berdiameter agak besar itu ada coretan tentang orang-orang berpeci yang memberikan bunga pada umat yang merayakan natal.
Di lembar kedua Laras bercerita lewat lukisan pria tertembak oleh orang berpakaian militer, tampaknya itu ilustrasi pembunuhan John F Kennedy yang baru saja kakek dan ustaz diskusikan.
Lalu di lembar berikutnya ada anak memegang piala di tangan kanan dan pisau tajam berdarah di tangan kiri. Laras mengilustrasi seorang anak juara satu, tapi dia seorang pembunuh. Di lembar keempat dua orang menyalakan bom gedung-gedung bertingkat.