Manusia dan Masa Depan Ekonomi Hijau Biru di Bangka Belitung

--

Oleh : M. Makhdi
Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Bangka Tengah
Mahasiswa MM UBB

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam baik di darat dan laut juga pesisir, menjadikannya daerah ini  sangat potensial untuk pengembangan ekonomi biru dan hijau.

Di tengah tantangan global terkait perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan kebutuhan energi yang semakin mendesak, Bangka Belitung berupaya mengadopsi model ekonomi hijau dan biru untuk memperkuat pembangunan daerah dan menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan.

Di sektor pertanian, Bangka Belitung memiliki beberapa komoditas unggulan, termasuk lada, kelapa sawit, dan karet. Produksi lada di tahun 2023 mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 4,91% dibanding tahun sebelumnya, yang menjadi salah satu penggerak utama ekonomi lokal. Dalam upaya mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, pemerintah daerah dan para petani mulai mengadopsi teknologi ramah lingkungan dan praktik pertanian organik.

Kelapa Sawit menjadi komoditas dengan cakupan lahan terluas, mencapai 75.734 hektar, dan produksi mencapai 141.452 ton per tahun, terutama berasal dari perkebunan rakyat. Selain itu, sekitar 57 perusahaan sawit turut beroperasi di wilayah ini, memainkan peran penting dalam mendongkrak ekonomi daerah. Karet juga menjadi komoditas strategis dengan luas perkebunan mencapai 54.000 hektar. Meskipun kontribusinya tidak sebesar kelapa sawit, industri karet tetap memiliki peran penting dalam perekonomian lokal.

Selain sektor pertanian, Bangka Belitung berfokus pada pelestarian lingkungan pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove. Luas hutan mangrove di provinsi ini tercatat sekitar 33.224 hektar. Sebagai bagian dari program rehabilitasi mangrove nasional, pemerintah bersama masyarakat setempat saat ini tengah memulihkan sekitar 16.319 hektar lahan mangrove. Upaya ini diharapkan tidak hanya menjaga keseimbangan lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi biru melalui pariwisata dan perikanan berkelanjutan.

Bangka Belitung sudah memanfaatkan kekayaan lautnya dengan mengelola kawasan konservasi seluas 627.000 hektar yang tersebar di lima wilayah utama.

 Di Pulau Bangka, wilayah konservasi meliputi Perairan Tuing (Kabupaten Bangka), Perairan Perlang-Ketugar (Bangka Tengah), dan Perairan Lepar Pongok (Bangka Selatan). Sementara itu, di Pulau Belitung, kawasan konservasi berpusat di Mendanau-Membalong (Belitung) dan Memporang (Belitung Timur), Pemerintah Bangka Belitung berharap kawasan konservasi ini tidak hanya menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat sektor perikanan dan pariwisata berkelanjutan.

Selain itu, keberadaan zona konservasi diharapkan mampu mengurangi dampak buruk perubahan iklim dan mengoptimalkan potensi ekonomi lokal yang ramah lingkungan

Dengan potensi alam yang besar dan komitmen kuat terhadap pembangunan berkelanjutan, Kepulauan Bangka Belitung berupaya menjadi pelopor dalam penerapan ekonomi hijau dan biru. Sinergi antara sektor pertanian, lingkungan, dan industri akan menjadi kunci bagi provinsi ini dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Konsep Ekonomi Hijau dan Biru
Ekonomi hijau dan biru merupakan bagian dari upaya global untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Ekonomi hijau berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan efisiensi energi, dan penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lingkungan.

Di sisi lain, ekonomi biru menekankan pada pengelolaan sumber daya laut dan pesisir yang berkelanjutan, melibatkan sektor-sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan berbasis laut, dan bioteknologi kelautan. Konsep ini sangat relevan bagi wilayah kepulauan seperti Bangka Belitung, yang memiliki garis pantai sepanjang 1.200 km dan beragam ekosistem laut.
Ekonomi hijau dan biru merupakan dua pendekatan kunci yang dapat mendorong pembangunan berkelanjutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ekonomi hijau berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan efisiensi energi.

Ekonomi Hijau
Ekonomi hijau adalah konsep pembangunan ekonomi yang berfokus pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Ekonomi hijau hadir sebagai jawaban atas tantangan terbesar abad ini: bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa merusak bumi. Konsep ini menekankan keseimbangan antara kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan, dengan fokus pada efisiensi sumber daya, pengurangan emisi karbon, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Konsep ekonomi hijau pertama kali dipopulerkan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) pada tahun 2008 dalam laporan berjudul "Green Economy Initiative". Namun, gagasan dasar ekonomi hijau dapat dilacak ke diskusi tentang pembangunan berkelanjutan yang dimulai pada 1970-an, khususnya setelah laporan "Limits to Growth" yang diterbitkan oleh Club of Rome (1972) yang membahas batas-batas pertumbuhan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam.

Setelah krisis keuangan global tahun 2008, ekonomi hijau mendapatkan momentum sebagai alternatif bagi model pembangunan konvensional yang berisiko menambah kerusakan lingkungan.

Ekonomi Hijau bercirikan sebagai berikut : (1)Pengurangan Emisi Karbon: Ekonomi hijau menekankan penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca. (2).Penggunaan Sumber Daya yang Efisien: Berfokus pada efisiensi dalam penggunaan energi, air, dan bahan baku lainnya, termasuk daur ulang dan pengurangan limbah untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam. (3).   

Keanekaragaman Hayati dan Konservasi: Melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati menjadi prioritas dalam ekonomi hijau. Ini melibatkan praktek-praktek yang mendukung konservasi hutan, lahan basah, dan habitat alami. (4).Inklusi Sosial dan Keadilan: Ekonomi hijau bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan adil, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan tanpa mengorbankan kelompok-kelompok rentan.

 (5). Teknologi Ramah Lingkungan: Inovasi teknologi diarahkan untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan, seperti teknologi efisiensi energi, transportasi rendah emisi, dan pertanian berkelanjutan. (6).Pengelolaan Limbah dan Polusi: Ekonomi hijau mendukung pengurangan limbah dan pencemaran melalui penerapan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, di mana produk-produk dan material dioptimalkan untuk didaur ulang dan digunakan kembali.

//Ekonomi Biru
Ekonomi Biru mengedepankan pengelolaan sumber daya laut dan pesisir secara berkelanjutan demi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian ekosistem. Konsep ini menitikberatkan pada sektor strategis seperti perikanan, energi laut, pariwisata, dan transportasi, dengan menyeimbangkan keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Gagasan ini mulai dikenal luas setelah Konferensi (Rio+20) pada 2012, ketika isu perlindungan laut masuk agenda pembangunan global. Lembaga internasional seperti FAO dan Bank Dunia turut mempopulerkan Ekonomi Biru sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir sekaligus menjaga biodiversitas laut. Berakar dari konsep pembangunan berkelanjutan, Ekonomi Biru kerap dilihat sebagai solusi bagi negara berkembang dalam mengatasi kemiskinan dan degradasi lingkungan di kawasan pesisir.

Ekonomi Biru memiliki beberapa ciri utama. (1) Pengelolaan Sumber Daya Laut yang Berkelanjutan dengan mendorong perikanan berkelanjutan dan menghindari overfishing agar populasi laut tetap terjaga. (2) Pelestarian Keanekaragaman Hayati Laut melalui perlindungan terumbu karang, mangrove, dan padang lamun yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.

(3) Pemanfaatan Energi Terbarukan dari Laut, seperti energi pasang surut, ombak, dan angin lepas pantai, sebagai alternatif ramah lingkungan. (4) Transportasi dan Infrastruktur Laut Ramah Lingkungan dengan mempromosikan transportasi laut efisien serta infrastruktur pesisir yang tidak merusak ekosistem dan mampu menghadapi perubahan iklim.

Ciri lainnya mencakup (5) Wisata Bahari Berkelanjutan, di mana aktivitas wisata diatur agar tidak merusak ekosistem laut dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. (6) Pengelolaan Sampah Laut berfokus pada pengurangan polusi plastik melalui pencegahan, daur ulang, dan edukasi masyarakat. (7) Ketahanan Iklim dengan menerapkan strategi adaptasi untuk melindungi masyarakat pesisir dari dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut dan erosi pantai.

Terakhir, (8) Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya laut dan pengambilan keputusan, guna meningkatkan kesejahteraan mereka yang bergantung pada ekosistem laut.

//Peran Manajemen SDM Strategik dalam Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi hijau dan biru di Bangka Belitung memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui pembangunan rendah karbon dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.

Untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan sinergi lintas sektor antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, dengan fokus pada pengembangan SDM yang kompeten dan berpengetahuan. SDM berperan penting dalam perencanaan dan implementasi strategi di sektor-sektor kunci seperti perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan, dan bioteknologi laut.

Kolaborasi dalam teknologi dan investasi infrastruktur juga sangat dibutuhkan guna memperkuat implementasi praktik berkelanjutan. Dengan pendekatan yang terintegrasi, Bangka Belitung dapat menjadi model sukses bagi penerapan ekonomi hijau dan biru di Indonesia, sekaligus memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Di Bangka Belitung, yang kaya akan sumber daya alam laut dan darat, potensi pengembangan ekonomi hijau dan biru sangat besar, Untuk memastikan keberhasilan inisiatif ini, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan menjadi langkah utama. Selain pendidikan formal, program pelatihan praktis seperti akuakultur berkelanjutan dan pengelolaan energi terbarukan sangat penting agar SDM lokal mampu mendukung praktik ramah lingkungan.

Pengembangan infrastruktur teknologi turut berperan dalam mempercepat adopsi praktik ekonomi hijau dan biru. Akses ke teknologi ramah lingkungan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Di sisi lain, pembangunan fasilitas penelitian dan laboratorium berfungsi sebagai pusat inovasi yang akan mendukung pengembangan kompetensi SDM di bidang teknologi hijau.

Kolaborasi lintas sektor menjadi pilar penting dalam strategi ini. Pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan sinergi dalam meningkatkan kualitas SDM. Kemitraan antara universitas dan industri dapat menghasilkan program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar, sementara kerja sama dengan lembaga internasional membuka peluang pendanaan dan transfer teknologi.

Dengan fokus pada pengembangan SDM melalui pendidikan berkelanjutan, infrastruktur teknologi, dan kolaborasi lintas sektor, Bangka Belitung berpotensi menjadi contoh sukses dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Investasi pada teknologi hijau dan peningkatan kapasitas SDM memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya menghasilkan keuntungan jangka pendek, tetapi juga menjamin keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Mengangkat Kearifan Lokal Bangka Belitung dalam Pengembangan SDM  Ekonomi Hijau Biru
Transformasi menuju ekonomi berkelanjutan Bangka Belitung tidak bisa dilepaskan dari dukungan kuat masyarakat, pemerintah dan sektor swasta. Pelibatan para pihak ini penting untuk menciptakan ekosistem inovasi yang dinamis.

SDM lokal harus didorong untuk terus beradaptasi dengan teknologi terbaru dan berkomitmen pada pengembangan kompetensi berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru yang mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat secara inklusif.

Kearifan lokal Bangka Belitung menjadi modal sosial penting untuk memperkuat fondasi transformasi tersebut. Dalam proses transformasi ini, kearifan budaya lokal Bangka Belitung juga bisa dimanfaatkan. Konsep Tukang Ulon, yang menggambarkan seorang pemimpin transformasional, sangat relevan untuk memimpin perubahan ini dengan inspirasi dan visi yang jelas.

Selain itu, nilai asak kawa pasti pacak, yang berarti keinginan kuat untuk maju, dapat menjadi fondasi semangat dalam meningkatkan kompetensi dan kesiapan SDM lokal. Dengan kombinasi antara pendidikan berkelanjutan, teknologi hijau, dan nilai-nilai budaya lokal, Bangka Belitung memiliki kesempatan besar untuk menjadi pusat unggulan dalam sektor hijau dan biru.
Merujuk hasil penelitian Zulkifli, H. (2008) dalam Melayu Bangka: Sejarah, Tradisi, dan Kearifan Lokal" dan Yulianti, D. (2012) dalam Struktur Sosial dan Budaya Gotong Royong di Bangka Belitung".

Dapat disimpulkan Budaya masyarakat Melayu di Bangka Belitung dikenal memiliki karakter egalitarian, yang berarti adanya prinsip kesetaraan di antara anggota masyarakatnya yang dapat diijelaskan sebagai berikut:


Pertama, Egalitarianisme dan Gotong Royong: Karakter Sosial Bangka Belitung, Masyarakat Melayu Bangka Belitung dikenal dengan karakter egalitarian, sebuah prinsip kesetaraan yang mengakar dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi.

Berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang memiliki struktur sosial lebih hierarkis, masyarakat di sini hidup dengan pola hubungan yang cair dan terbuka. Interaksi antargenerasi, seperti hubungan antara orang tua dan anak, berlangsung dengan dialog yang demokratis, meskipun tetap menjaga norma penghormatan.

Nilai gotong royong atau "sambatan" juga menjadi ciri khas masyarakat Bangka Belitung. Gotong royong diterapkan dalam berbagai aktivitas, mulai dari membangun rumah, kegiatan bertani, hingga upacara adat. Semua anggota masyarakat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi, berpartisipasi setara dalam kegiatan ini. Kebersamaan dan solidaritas semacam ini memperkuat kohesi sosial sekaligus mengurangi ketimpangan dalam masyarakat.

Kedua, Ekonomi Partisipatif dan Kepemimpinan Berbasis Musyawarah, Dalam sektor ekonomi, masyarakat Bangka Belitung menekankan prinsip partisipatif dan pembagian hasil yang adil. Aktivitas ekonomi utama seperti berkebun lada atau menangkap ikan dilakukan dengan kolaborasi yang setara. Pembagian hasil pun berdasarkan kontribusi, bukan hierarki.

Hal ini menunjukkan bahwa semangat kesetaraan tidak hanya terlihat dalam hubungan sosial tetapi juga dalam aktivitas ekonomi sehari-hari.

Kepemimpinan adat di Bangka Belitung juga mencerminkan semangat partisipatif. Pemimpin adat dipilih melalui musyawarah bersama dan bertindak sebagai mediator, bukan pemegang kekuasaan absolut. Setiap keputusan yang diambil melalui musyawarah melibatkan berbagai pihak, sehingga setiap anggota masyarakat merasa memiliki andil dalam kebijakan yang dibuat.

Ketiga, Agama sebagai Perekat Sosial dan Warisan Kolonialisme yang Terbatas, Agama Islam, yang dianut mayoritas masyarakat Bangka Belitung, memperkuat prinsip egalitarian dan kebersamaan. Nilai-nilai dalam ajaran Islam, seperti keadilan dan musyawarah, menjadi pedoman dalam membangun hubungan sosial yang harmonis. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip kesetaraan tercermin dalam pelaksanaan ritual keagamaan maupun kegiatan sosial.

Meskipun Bangka Belitung pernah berada di bawah pengaruh kolonial Belanda, karakter egalitarian masyarakat tidak banyak tergerus, Hal ini membuat Bangka Belitung mampu mempertahankan identitas sosial dan budayanya di tengah dinamika sejarah yang berubah.

Dengan perpaduan antara kearifan lokal, nilai budaya, dan pendidikan berkelanjutan, Bangka Belitung memiliki peluang besar untuk menjadi model pengembangan SDM dalam sektor hijau dan biru. Transformasi ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga jati diri budaya sekaligus membuka jalan bagi masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.**

Tag
Share