Tukang Ngulon

Ahmadi Sopyan-screnshot-

Oleh karenanya jika ada manusia yang masih sibuk mengurusi persoalan suku, warna kulit, kedaerahan, etnis bahkan agama dalam membangun negeri ini, bisa jadi mereka telah menghina Tuhan yang “sengaja” menciptakan perbedaan tersebut guna menumbuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan serta rasa syukur kita sebagai hamba Tuhan. Sehingga guyonan saya bahwa “manusia diciptakan dari tanah dan jika ada manusia yang suka berantem, suka bermasalah dengan manusia lainnya, maka jangan-jangan dulu ia diciptakan dari tanah sengketa” adalah bentuk sindiran keras saya tentang perilaku banyak tokoh di negeri ini yang susah akur, susah duduk bersama, susah kompak, susah mendukung dan memuji karya dan kinerja orang lain, susah melihat orang maju, sehingga siapa pun pemerintah-nya menjadi susah untuk menciptakan pembangunan. Apalagi ditambah dengan pemerintah kita yang memang tidak punya konsep dan jiwa pemimpin sama sekali alias negeri auto pilot.  

Oleh karenanya, dalam berbagai kesempatan kerapkali saya ungkapkan bahwa kekayaan Negeri Serumpun Sebalai (Kepulauan Bangka Belitung) bukan timah, bukan keindahan alamnya, bukan sawit, tidak juga lada, bukan pula karet. Tapi kekayaan negeri kita ini adalah keharmonisan dan kebersamaan antar etnis, terutama Melayu dan Tionghoa baik yang ada di Pulau Bangka, Pulau Belitung maupun yang berada di luar daerah bahkan luar negeri. 

Keindahan Bangka Belitung yang patut kita jual tidak hanya pengemasan keindahan alam secara terkonsep guna mengembangkan pariwisata, tapi juga budaya (local wisdom) serta pluralisme yang sangat Pancasilais. Slogan “fan ngin thong ngin jit jong” adalah nilai jual yang sangat tinggi jika mampu dikemas oleh pemerintah daerah kita di tingkat nasional, yang tentunya dengan menampilkan budaya kebersamaan dalam program yang sudah ditetapkan (terjadwal rutin oleh Pemda). Sayangnya hal seperti ini belum pernah ada dalam program pemerintah kita dari dulu hingga sekarang. 

***

BEBERAPA persoalan diatas adalah persoalan sosial yang sangat berefek pada persoalan pembangunan SDM yang sangat berimbas pada pembangunan fisik (infrastruktur) di negeri ini. Dalam catatan pribadi saya, beberapa penyebabnya antara lain adalah di negeri ini terlalu banyak orang pintar maupun yang merasa pintar hanya bisa berkomentar tanpa aksi nyata (action), maraknya “tukang keroh aek”, tidak bersinergi antara pejabat Provinsi dengan Kabupaten/Kota, tingginya ego sektoral dikalangan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, serta pada masa sekarang ini kita kehilangan sosok figur “tukang ngulon” (pemimpin kharismatik) untuk membangun dan melakukan perubahan nyata di negeri ini, Negeri Serumpun Sebalai. 

Nah, semoga Pilkada 2024 ini mampu melahirkan sosok “tukang ngulon”! Ada nggak ya...?! Kalau tidak, yuk pilih Kotak Kosong!!

Salam Ngulon! (*)

 

 

Tag
Share