Hajar Hutan Lindung Bubus, Terdakwa Ryan Tersudut, Ibnu: Artinya Tipikor

Senin 14 Oct 2024 - 21:40 WIB
Reporter : Reza Hanapi
Editor : Syahril Sahidir

KORANBABELPOS.ID.- PANGKALPINANG – Ahli pidana Prof. Ibnu Nugroho menyatakan kejahatan berupa kegiatan usaha pertambangan dalam kawasan hutan lindung, Bubus, Kelurahan Bukit Ketok, Belinyu,  Bangka  Maret 2022 sd  Juni 2023, yang mana telah mendudukan Ryan Susanto als  Afung anak dari Sung Jauw jadi terdakwa, dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau tipikor. 

Demikian disampaikan Ibnu Nugroho saat memberikan keterangan selaku ahli -secara daring atau online- di muka sidang Pengadilan Tipikor Kota Pangkalpinang, Senin 14 Oktober 2024.

Keterangan  guru besar Universitas Jenderal Sudirman ini tentu saja menyudutkan Ryan als Afung dan tim hukumnya yakni Andi Kusuma dan Budiono. Dimana selama ini tim hukumnya tersebut bersikukuh menggadang-gadang perkara klienya itu masuk kategori  tindak pidana Minerba ataupun kehutanan.

Bagi Ibnu Nugroho perkara tersebut masuk ke dalam tipikor, karena menimbulkan kerugian negara dan perekonomian keuangan negara, sebagai inti dari tindak pidana korupsi.  

“Kejaksaan RI dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diatur dengan undang-undang nomor 20 tahun 2000,” katanya di muka sidang yang diketuai  hakim Dewi Sulistiarini beranggota M Takdir dan Warsono.

BACA JUGA:Tipikor Hutan Lindung Bubus Belinyu, Ahli Ekologi Kian Sudutkan Ryan

Dia mengatakan dalam hal ini berlaku asas lex specialis  sistematis. Karena telah terdapat kerugian negara yang pasti dan dapat dihitung  jumlahnya. 

“Maka undang-undang yang paling tepat digunakan adalah undang-undang tindak pidana korupsi. Sehingga untuk ini Kejaksaan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.

Selaku akademisi, dia juga telah menjelaskan detil terkait postulat atau pangkal hukum atas perkara tersebut. Dimana baginya salah satu postulat dasar dalam ilmu hukum adalah lex spesialais derogat legi  generali. Yang mana secara harfiah yang berarti hukum khusus mengesampingkan hukum umum atau de speciale regel verdringt de elgemene.  

“Dalam konteks hukum pidana, berbagai kejahatan dan pelanggaran yang tertuang dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) adalah hukum pidana umum, sedangkan berbagai kejahatan atau pelanggaran yang diatur dalam undang-undang tersendiri  -di luar KUHP- adalah hukum pidana khusus,” jelasnya.

“Dalam perkembangan hukum -termasuk hukum pidana- asas lex specialis derogate legi generali tidak menyelesaikan sengketa yuridis bilamana terjadi suatu perbuatan yang diancam lebih dari satu undang-undang yang dikualifikasikan sebagai bijzonder delic  atau delic khusus atau tindak pidana khusus atau hukum pidana khusus. Jika demikian  halnya, maka yang digunakan adalah lex spesialis systematis sebagai derivat atau turunan dari asas lex specialis derogate legi generalis.  Menurut Remmelink, asas ini di Belanda dikenal dengan istilah specialitas yuridikal  atau specialitas sistematikal,” tutupnya. 

BACA JUGA:Tipikor Terdakwa Ryan Susanto Belinyu, Eks Kadis ESDM Amir Sahbana Jadi Saksi Daring

Terpisah JPU Noviansyah kepada Babel Pos menambahkan kalau perkara ini  ahli-ahli sepakat negara telah dirugikan. Dimana sederhananya kerusakan lingkungan itu semua ujung-ujungnya negara yang menanggung. 

“Sementara negara sendiri tidak memperoleh pemasukan apapun atas pertambangan liar tersebut. Seperti tidak masuknya PNBP, tidak adanya  para pelaku -yang merupakan pemodal- untuk membayar kewajibanya kepada negara atas pembukaan tambang. Belum lagi mereka tidak melakukan kewajiban reklamasi dan seabrek kewajiban besar lainya,” ujarnya.

 “Tentu saja negara dirugikan dalam hal ini semua, apalagi ujung-ujungnya kerugian negara akibat pertambangan liar ini negara yang sampai menanggungnya,” tegasnya.***

Kategori :