Bidadari yang Berselendang Bianglala

Rabu 13 Dec 2023 - 10:54 WIB
Oleh: Budi Rahmad

Siapa manusia pertama yang mau bersusah payah untukmu? Siapa manusia yang pertama kali ‘membagi dirinya’ untukmu? Siapa manusia pertama yang mencintaimu dalam perkataan, perbuatan, dan doa-doanya? 

Tidak jutaan, tidak pula milyaran debu yang diterbangkan setiap hari yang dapat dibandingkan dengan peran dan kebaikan-kebaikan manusia ini! 

Dialah Ibu. Seseorang yang Tuhan ciptakan dengan segala kelebihan, kekurangan, cinta, amarah, dan kesabaran yang menyala-nyala.

 

Oleh Tiara Adelina 

Guru Bahasa Indonesia di SMPN  1 Sungailiat 

 

Judul di atas merupakan sebuah kutipan kalimat puisi karya D. Zawawi Imron, Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala. Sebenarnya ada banyak kalimat puitis di dalam puisi tersebut. 

Contohnya saja pada kalimat, Kalau aku ikut ujian, lalu ditanya tentang pahlawan, namamu ibu yang kan kusebut paling dahulu. Ya, semua kalimat dalam puisinya bahkan menggambarkan bila ibu adalah sosok yang teramat istimewa. 

Seringkali seorang perempuan bercita-cita ingin menjadi koki,  polwan, guru, bahkan dokter agar mereka dapat menjadi sosok pahlawan di mata masyarakat. 

Tapi tanpa mereka sadari, setiap hari, ketika mata mereka belum terpejam, kain belum dicuci, atau sarapan belum dihidangkan di atas meja, ada mata-mata mungil yang menanti halus bahasa tubuh membangunkan mereka untuk salat subuh atau makan bersama. Ibulah koki mereka. 

Ketika tiba waktu anak berangkat sekolah, anak dibonceng di atas motor, diantarkan dengan zikir sepanjang jalan, tetumbuhan berdoa untuknya, tidak lupa ia selalu memastikan agar anaknya aman dari bahaya. Ibulah polisi yang menjaga mereka.

Bahasa pertama yang ibu ajarkan kepada anak-anaknya. Bilangan-bilangan sederhana sampai rumit dan tidak mampu ia lanjutkan karena keterbatasan pendidikannya, semua adalah ibu yang mengajarkan. Ibu adalah guru. 

Ketika demam tak kenal musim. Angin dari laut bertiup riuh rendah memainkan cuaca. 

Hangat jadi dingin bahkan sebaliknya. Virus juga bakteri, karib dengan anak-anak dan balita, ibu memberi kompres di kening anak, menyuapi makan, dan obat. Ibulah dokter keluarga dengan ilmu yang berdasarkan pengalaman.

Mengapa opini tentang ibu menjadi kalimat-kalimat puitis manja yang bahkan tidak mampu ditulis dengan bahasa nonfiksi? Sebab logika selalu menyimpan memori-memori hangat tentang Ibu. Semuanya tersulur dari kepingan kenangan-kenangan masa kecil. 

 

BACA JUGA:Ekskul Drum Band Gita Maras Bahana SMAN 1 Riau Silip Mampu Ciptakan Siswa Bertalenta

Kategori :

Terkait

Kamis 04 Jan 2024 - 21:44 WIB

Menjaga Api Literasi dengan Kayu Bacaan

Rabu 13 Dec 2023 - 10:54 WIB

Bidadari yang Berselendang Bianglala